Melalui diskusi ini diharapkan menjadi bahan pemikiran bagi seluruh pemangku kebijakan untuk menimbang ulang berbagai kebijakan hubungan keuangan pusat-daerah supaya hubungannya lebih adil dan bertanggung jawab.
“Tentu saja kehilangan pendapatan daerah tersebut akan berdampak juga terhadap upaya Pemkab Kukar meningkatkan pembiayaan Pembangunan daerah mereka, termasuk upaya menekan angka kemiskinan di sana,” ungkap Mardyanto.
Selanjutnya, mewakili Bupati Kukar, Kepala Badan Riset Daerah (BRIDA) Kukar, Maman Setiawan menjelaskan, Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2022, Kukar menjadi daerah mitra yang sebagian wilayahnya masuk ke dalam wilayah IKN.
Adapun wilayah yang menjadi bagian dari wilayah IKN terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu Kecamatan Samboja, Kecamatan Samboja Barat, Sebagian Kecamatan Muara Jawa, sebagian Kecamatan Loa Kulu, sebagian Kecamatan Loa Janan, dan sebagian Kecamatan SangaSangan.
Dari 6 wilayah tersebut, data terakhir Bappenda Kukar menyebutkan berkurangnya sumber pendapatan daerah Kukar yang berasal dari DBH, yang diperkirakan mencapai 1,985 triliun per tahun.
Menurut Maman, selain dampak ekonomi, kehadiran IKN juga berdampak terhadap aspek politik, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum.
Dampak keseluruhan dapat terjadi baik untuk hal yang positif maupun negatif.
“Ditambah selama ini belum terbangun komunikasi yang intensif antara Otorita IKN dengan Pemda Kukar. Hal ini mengakibatkan banyak timbul praduga yang dapat menciptakan distrust terhadap pembangunan IKN,” pungkas Maman.