Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas), Letkol Afri Budi Cahyanto disebut-sebut mengutip uang proyek dari para pemenang tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas.
Kutipan uang itu diberi nama Dana Komando (Dako), diambil 10 persen dari total nilai proyek atas perintah eks Kabasarnas, Marsdya Henri Alfiandi.
Biasanya, Dako diserahkan pemenang tender begitu proyek rampung.
Namun, pada pertengahan Mei 2023, Letkol Afri menanyakan soal pekerjaan proyek kepada pemenang tender, Marilya, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati.
Padahal saat itu proyek yang Marilya kerjakan belum selesai.
Baca juga: Letkol Afri Bocorkan Penggeledahan KPK: Ada Gedung Merah Putih di Basarnas
"Kemudian Saksi III (Marilya) menghubungi terdakwa melalui telpon menjelaskan bahwa pekerjaan Saksi III belum selesai," ujar oditur militer, Kolonel Wens Kapo saat membacakan dakwaan Letkol Afri di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Interaksi di antara mereka kembali terjadi pada awal Juli 2023.
Saat itu Letkol Afri menelpon Marilya, tapi tak berhasil.
Baca juga: Didakwa Korupsi Rp 8,3 Miliar, Eks Pejabat Basarnas Terancam 20 Tahun Penjara
Dia kemudian mengirimkan pesan teks Whatsapp, meminta agar uang Dako diserahkan secara tunai.
Katanya, dirinya tak akan menerima selain dalam bentuk tunai, termasuk cek.
"Pada tanggal 5 Juli 2023, Saksi III melihat ada missed call atau panggilan tidak terjawab dari terdakwa. Terdakwa juga mengirim pesan Whatsapp kepada Saksi III, yang isinya 'Cash ya bu. Jangan cek. Kami tidak diizinkan menerima cek,'" kata oditur.
Marilya pun menyampaikan keinginannya untuk bertemu menyerahkan Dako.
Keinginan itu disampaikan Letkol Afri kepada Marsdya Henri.
Sebagai atasan, Marsdya Henri hanya memberikan jawaban singkat.
"Saksi IV (Marsdya Henri) menjawab 'Oh iya monitor,'" ujar oditur.
Setelahnya, Letkol Afri dan Marilya mengatur jadwal pertemuan pada Selasa (18/12/2023).
Namun, pertemuan itu ditunda lantaran adanya kebocoran informasi mengenai penggeledahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Letkol Afri yang mengetahui adanya rencana penggeledahan, menyampaikan kepada Marilya.
Hal tersebut disampaikannya melalui pesan Whatsapp dengan sandi "Gedung Merah Putih di Basarnas."
Sandi itu merujuk pada warna cat Gedung KPK yang khas, yakni merah-putih seperti bendera Indonesia.
"Terdakwa mengirim pesan Whatsapp kepada Saksi III yang isinya 'Bu, besok di-cancel dulu ya. Ada Gedung Merah Putih di Basarnas,'" katanya.
Tak mengerti dengan maksud pesan Afri, Marilya langsung menghubungi via telpon.
Di telpon tersebut, Letkol Afri menjelaskan bahwa pertemuan penyerahan uang "fee proyek" ditunda keadaan sudah lebih kondusif.
"Saksi III menelpon dan menanyakan Aapa itu Gedung Merah Putih?' dan terdakwa menjawab bahwa di Kantor Basarnas ada KPK, sehingga pemberian dana komando yang seyogyanya dilakukan pada tanggal 18 Juli 2023 diundur jadwalnya," kata oditur.
Pada akhirnya, pertemuan untuk menyerahkan uang fee yang disebut Dana Komando alias Dako itu terjadi pada Selasa (25/7/2023).
Ironisnya, pertemuan itu terjadi Markas Besar TNI AD, tepatnya di parkiran bank.
Saat itu, Marilya ditemani supirnya, Hari Wibowo dan Erna Setyani sebagai Treasury Finance PT Sejati Group.
Total Dako yang diserahkan secara tunai saat itu mencapai Rp 999 juta.
Setelah uang berpindah tangan ke Letkol Afri, KPK langsung melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
"Bahwa setelah terdakwa ditangkap oleh petugas KPK dari terdakwa disita tas belanja Superindo warna merah berisi uang sejumlah Rp 999,700.010.000," kata oditur.
Dalam perkara ini, Letkol Afri Budi Cahyanto telah didakwa atas dugaan korupsi yang dilakukan bersama eks Kabasarnas, Marsdya Henri Alfiandi.
Menurut oditur, Afri telah mengutip fee 10 persen dari nilai proyek Basarnas yang kemudian disebut Dana Komando alias Dako.
Dako tersebut dikutipnya dari para pemenang tender begitu proyek rampung.
"Bahwa sejak bertugas di Basarnas tahun 2021, setiap pemenangan proyek atau tender di Basarnas, selalu memberikan fee sebagai Dana Komando atau Dako sebesar 10 persen dari nilai proyek," ujar oditur.
Total Dako yang berhasil dikutip sebanyak Rp 8,3 miliar sejak 2021 hingga 2023 dari dua perusahaan.
Dari PT Sejati Group, berhasil mengutip Dako Rp 3,337 miliar dan dari PT Kindah Abadi Utama Rp 4,99 miliar.
Kutipan 10 persen dari nilai proyek kemudian diserahkan kepada Marsdya Henri Alfiandi yang saat itu merupakan atasan Letkol Afri Budi.
"Dako diberikan oleh pemenang tender kepada Saksi IV (Henri Alfiandi) melalui terdakwa setelah pekerjaan selesai. Setelah setiap pemberian Dako atas proyek dan pekerjaan yang telah selesai, selalu terdakwa melaporkan kepada Saksi IV," kata oditur.
Akibat perbuatannya, Letkol Afri Budi Cahyanto dijerat dakwaan pertama Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau dakwaan kedua Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau dakwaan ketiga Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.