Jaksa pun kemudian mengutip berita acara pemeriksaan (BAP) Rony Faslah mengenai hubungan Sia Leng Salen dengan Andhi Pramono. Kemudian Rony membenarkan apa yang dibacakan jaksa tersebut.
"Kemudian, selain itu sepengetahuan saya Andhi Pramono, Sia Leng Salen, dan mitra bisnisnya melakukan banyak usaha broker dan penghubung di sektor minyak dan rokok, yang sepemahaman saya juga banyak hal-hal yang bersifat rentan adanya penyimpangan," kata jaksa membacakan BAP Rony Faslah.
Dalam perkara ini, Andhi Pramono telah didakwa menerima uang gratifikasi senilai total Rp 58.974.116.189 (Rp 58 miliar) terkait pengurusan ekspor impor.
Dari penerimaan tersebut, di antaranya digunakan Andhi Pramono untuk membayar rumah sakit dan juga membayar biaya kuliah anaknya.
"22 Februari 2021 sejumlah Rp 50 juta untuk membayar biaya rumah sakit terdakwa. Pada sekitar tahun 2022 bertempat di restoran padang di daerah Jakarta Utara sejumlah Rp 50 juta untuk biaya kuliah anak terdakwa," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Jaksa menyebut Andhi Pramono menerima gratifikasi dari sejumlah pihak sejak menjabat sebagai Kepala Seksi Penindakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Riau dan Sumut pada 2009 hingga Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar 2023.
"Yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata jaksa.
Akibat perbuatannya, dia dijerat Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.