TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi pada Kamis, 18 Januari 2024 untuk mengumpulkan barang bukti terkait kasus dugaan suap Bupati nonaktif Labuhanbatu Erik Adradta Ritonga dkk.
Lokasi pertama yang digeledah tim penyidik ialah Kantor Bupati Labuhanbatu.
"Dengan hasil penggeledahan antara lain berupa dokumen SK tersangka EAR (Erik Ritonga) sebagi bupati dan SK pengangkatan RSR (Rudi Syahputra Ritonga) selaku anggota DPRD, bukti elektronik dan data pekerjaan Pemkab Labuhanbatu dari tahun anggaran 2021-2023," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (19/1/2024).
Tempat kedua yang digeledah KPK adalah rumah pribadi tersangka Rudi Ritonga.
Dari sana tim penyidik KPK menemukan bukti setoran fee hingga slip transaksi.
"Rumah pribadi tersangka RSR dengan hasil penggeledahan berupa catatan ploting proyek dan setoran fee untuk tersangka RSR dan EAR selaku bupati dan bukti slip transaksi perbankan," ungkap Ali.
Lokasi ketiga yang disasar tim penyidik KPK adalah kediaman pribadi dari pihak terkait perkara ini.
Namun, tak dijelaskan lebih lanjut identitas rumah yang digeledah.
"Rumah pribadi pihak terkait perkara dengan hasil penggeledahan berupa catatan ploting proyek pekerjaan tahun anggaran 2023, 20 stempel perusahaan yang digunakan untuk mengikuti tender pekerjaan di Pemkab Labuhanbatu," ujar Ali.
Baca juga: 5 Fakta Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga Kena OTT KPK, Anggota DPRD dan Swasta Ikut Ditangkap
Erik Ritonga dijerat KPK sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Anggota DPRD Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga, serta dua kontraktor, Fazar Syahputra dan Efendy Sahputra.
Erik Ritonga diduga melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD.
Proyek yang diduga diatur Erik ialah pada Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR.
Dua di antaranya merupakan proyek jalan senilai Rp19,9 miliar.
Erik kemudian menunjuk Rudi Ritonga selaku orang kepercayaannya untuk mengatur pemenang proyek.
Pemenang dari dua proyek itu ialah Fazar Syahputra alias Abe dan Efendy Sahputra alias Asiong.
Atas pengaturan itu, ada permintaan imbal fee dari nilai proyek.
Besarannya mulai dari 5 persen sampai dengan 15%.
Pada Desember 2023, Erik melalui Rudi meminta disiapkan uang yang kode "kutipan/kirahan" dari para kontraktor yang sudah dimenangkan.
Abe dan Asiong kemudian menyerahkan uang pada Januari 2024.
Baik secara transfer melalui rekening Rudi maupun secara tunai.
Pada Kamis, 11 Januari 2024, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) setelah terjadi transaksi.
Ditemukan uang Rp551,5 juta yang diduga merupakan uang suap.
Diduga uang itu bagian dari penerimaan uang Erik yang nilainya sekitar Rp1,7 miliar.