Betapapun kelihatannya sepele yang kelihatannya cuma Yasinan, Tahlilan, Sholawatan, Slametan, Maulidan, Rajaban, Rewahan, Suroan, Agustusan, Hari Santri, Majlis ta'lim , Majlis zikir , Halal bihalal dan acara kumpulu- kumpul lainnya harus terus dijaga dan diperkuat karena pada dasarnya adalah budaya kumpal kumpul ini yang mampu mempersatukan bangsa,
"Negara yang tidak punya budaya kumpal-kumpul mudah konflik, mudah perang, tinggal kita memperkuat bahwa budaya kumpal-kumpul ini diperluas sampai antar agama, suku, dan masyarakat luas. Problem perpecahan dapat diminimalisasi dengan kumpal kumpul,” ucapnya
Keenam, sambung Kiai Marsudi, penguatan ekonomi, dari penguatan keyakinan Aswaja sebagai ajaran yang moderat dan toleran, penguatan organisasi dari ranting kelurahan anak ranting tingkatan RT/RW, Kecamatan, Cabang di Kabupaten Kota, Wilayah dan Pengurus besar, penguatan pendidikan yang mempunyai kekhususan Pesantren dan Sekolahan, Mahad Aly dan Universitas sebagai lumbung sumber daya manusia, penguatan politik kebangsaan.
“Yang terakhir penguatan budaya kumpal-kumpul ini merupakan pondasi kuat serta sarana untuk menggerakkan ekonomi keumatan yang tinggal butuh satu saja yaitu penggerak," kata dia.
Jika ini digerakkan dari PBNU sampai anak ranting, tidak sekedar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan meningkat tapi ekonomi masyarakat akan tumbuh yang pada akhirnya, pembayar zakat, infaq , sadaqoh, dan membayar pajak ke negara akan tumbuh besar menjadi bangsa yang kuat serta makmur, baldatun toyibatun warobbun ghofur,.
"Inilah legesi NU yang harus terus menerus bersambung tanpa putus karena berganti kepemimpinan dari waktu ke waktu sampai yaumul akhir, harapan kami semua,” tutupnya