Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International Indonesia menyoroti dugaan penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik partisan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan dugaan tersebut terindikasi di antaranya dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang dibolehkannya Presiden berkampanye dan memihak.
Menurutnya, hak untuk berkampanye diberikan untuk presiden petahana yang sedang berkompetisi.
Selain itu, menurutnya Presiden Jokowi juga memiliki hubungan kekeluargaan dengan salah satu kontestan sehingga menimbulkan potensi konflik kepentingan.
"Ditambah dengan kasus BLT, kasus penyalahgunaan akun Menhan untuk Prabowo Gibran, untuk Gerindra. Akun Gerindra untuk mempromosikan Prabowo sebagai Menhan dan seluruhnya yang tumpang tindih," kata Usman Hamid pada Konferensi pers "Refleksi HAM 2023 Jelang Pelaksanaan Pemilu" di Kantor Amnesty International Indonesia Menteng Jakarta, Rabu (31/1/2024).
"Menurut saya seluruhnya menunjukkan ada penyalahgunaan sumber-sumber daya negara untuk kepentingan partisan dari orang yang mencalonkan diri, Prabowo, Gibran anaknya presiden, dan presiden sendiri," sambung dia.
Ia memandang hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara, pemerintah, penyelenggara Pemilu, termasuk wasit pemilu yang semula sudah dipandang tidak lagi imparsial melainkan ada preferensi partisan.
Usman memandang hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah serius.
Ia juga menyoroti konflik antara aparat dengan simpatisan pasangan calon presiden tertentu. Menurutnya, konflik tersebut berpotensi bertambah buruk.
Baca juga: Pengamat Nilai Secara Etis Presiden Tidak Pantas Ikut Berkampanye di Pemilu
"Dan bentrokan-bentrokan tadi bisa menjadi lebih buruk karena masyarakat akan mungkin merasa, presiden seperti hanya membela mereka yang memilih pilihan presiden, BLT hanya untuk mereka yang misalnya hanya mau mengikuti pilihan partisannya presiden," kata dia.
"Dan itu dalam sudut pandang hak asasi manusia dalam konteks pemilu merupakan penyalahgunaan sumber-sumber daya negara untuk kepentingan politik partisan," sambung dia.
Dalam hal ini, ia juga menyoroti persoalan hukum yang dialami Juru Bicara (Jubir) TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Aiman Witjaksono serta Seniman Butet Kartaredjasa.
Baca juga: Pengamat Politik Unas Pertanyakan Integritas Politik Presiden yang Memihak dan Berkampanye
Menurutnya, kasus yang dialami keduanya adalah pelanggaran HAM yang terjadi dalam konteks pemilu.
"Kasus Aiman, kasus Butet itu adalah kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam konteks pemilu. Dan itu memperkuat pola umum dalam serangan terhadap pembela HAM yang kebanyakan berbeda pandangan dengan pemerintah," kata dia.
"Perbedaannya, kalau para pembela HAM lingkungan, masyarakat adat, berbeda dalam soal pilihan pembangunan, berbeda dalam soal pendapat politik. Kalau ini berbeda pilihan politik," sambung dia.