News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua BEM UI Dinonaktifkan

Dijerat Putusan Kekerasan Seksual, Melki Sedek Sebut Minim Transparansi, Minta Pemeriksaan Ulang

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Melki Sedek Huang menyerukan agar masyarakat sipil menggaungkan penolakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 soal uji materiil batas usia 40 tahun untuk menjadi capres-cawapres. Dinyatakan terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual, Ketua nonaktif BEM UI, Melki Sedek Huang, ajukan surat meminta pemeriksaan ulang.

TRIBUNNEWS.COM - Ketua nonaktif Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang, dinyatakan terbukti melakukan kekerasan seksual.

Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/R/UI/2024 yang ditandatangani Rektor UI, Ari Kuncoro, pada Senin (29/1/ 2024).

Menanggapi keputusan tersebut, Melki Sedek mengajukan surat keberatan dan meminta pemeriksaan ulang.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan Melki keberatan dengan keputusan ini.

Pertama, mengenai transparansi, di mana dia mengaku sepanjang proses investigasi di Satgas PPKS UI berlangsung, Melki hanya dipanggil satu kali untuk dimintai keterangan terkait masalah ini.

Dia juga mengatakan tak pernah melihat dan diberikan berkas terkait investigasi tersebut.

"Saya hanya dikirimkan Keputusan Rektor yang memutus saya bersalah dan memberikan sanksi tanpa adanya penjelasan apa pun."

"Bahkan saya tidak pernah sekali pun diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada," jelas Melki dalam keterangan resminya sebagaimana diterima oleh Tribunnews.com, Rabu (31/1/2024).

Setelah dipanggil pada 22 Desember 2023 lalu, Melki berharap ada panggilan lanjutan maupun laporan perkembangan proses investigasi, tetapi hal tersebut tak terjadi.

Padahal sebagai tertuduh, menurutnya dia memiliki hak untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai perkembangan kasus ini.

"Akan tetapi, sebagai tertuduh, bukankah saya seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan investigasi yang ada demi pencarian kebenaran yang adil?"

Baca juga: Sosok Melki Sedek Huang, Eks Ketua BEM UI yang Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual, Kini Disanksi

"Setidaknya informasi ini pun sangat penting bagi saya dan keluarga yang selalu bertanya-tanya," ungkapnya.

Berdasarkan beberapa alasan itu, dia pun meminta dilakukan pemeriksaan ulang terhadap kasus ini.

"Sejak awal, saya selalu berkomitmen untuk mematuhi dan menghargai segala proses-proses hukum yang legal untuk menghadirkan kebenaran dan menegakkan hak-hak para pihak. Komitmen tersebut akan selalu saya terapkan dan laksanakan hingga proses-proses ke depan."

"Maka, oleh karena minimnya transparansi, adanya kejanggalan, dan juga keputusan yang tidak adil, melalui surat ini, saya ajukan proses yang legal, yaitu pemeriksaan ulang atas kasus ini," terangnya.

Sebagai informasi, korban maupun pelaku memiliki hak untuk mengajukan pemeriksaan ulang terhadap kasus ini apabila merasa putusan tidak adil.

Hal tersebut tercantum dalam diktum ketujuh Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/R/UI/2024 ini yang berbunyi, sebagai berikut:

Dalam hal Keputusan Rektor sebagaimana dimaksud di atas dianggap tidak adil, Korban atau pun Pelaku berhak untuk meminta pemeriksaan ulang yang harus diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya Surat Keputusan Rektor oleh para pihak yang berisi keputusan Rektor atas kasus yang dilaporkan.

Sanksi Terhadap Melki

Dalam putusannya, Pihak Rektorat UI memberikan sanksi administratif terhadap Melki, berupa skorsing akademik selama satu semester.

Adapun selama masa skorsing tersebut, Melki dilarang menghubungi, melakukan pendekatan, berada dalam lokasi berdekatan, dan/atau mendatangi korban.

fakultas, dan universitas serta berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia.

"Selama masa skorsing, Pelaku wajib mengikuti konseling psikologis, sehingga Pelaku diperkenankan hadir/berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia hanya pada saat harus menghadiri sesi-sesi konseling/edukasi tentang kekerasan seksual yang dilaksanakan secara khusus dengan tatap muka langsung di kampus Universitas Indonesia," demikian amar putusan SK Rektor UI tersebut.

Nantinya, laporan hasil konseling yang telah dilakukan Pelaku menjadi dasar bagl Rektor Universitas Indonesia (UI) untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.

Kepala Humas Universitas Indonesia Amelita Lusia menyampaikan, dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 disebutkan bahwa pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), Pemimpin Perguruan Tinggi membentuk Satuan Tugas (Satgas) di tingkat Perguruan Tinggi.

Ia mengatakan, UI sudah memiliki Satgas PPKS yang menjalankan tugas sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 34, dan menangani laporan Kekerasan Seksual melalui mekanisme yang diatur pada Pasal 38, yakni dimulai dari penerimaan laporan, pemeriksaan, dan penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, dan tindakan Pencegahan keberulangan.

Amelita juga menuturkan, rekomendasi dari Satgas PPKS selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi. 

"Demikian pula pada kasus ini, untuk melaksanakan fungsinya terkait penanganan kekerasan seksual di lingkungan UI, Satgas PPKS UI mengeluarkan rekomendasi sanksi administratif yang ditetapkan dengan Keputusan Rektor," ucap Kepala Humas Universitas Indonesia Amelita Lusia, saat dihubungi Tribunnews.com melalui pesan singkat, pada Rabu (31/1/2024).

Selain itu, Eks Wakil Ketua BEM UI Shifa Anindya Hartono juga membenarkan adanya penetapan sanksi terhadap Melki.

"Benar, per 29 Januari 2024," kata Shifa, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Rabu.

(Tribunnews.com/Deni/Ibriza Fasti Ifhami)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini