TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka peluang untuk menetapkan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Status tersangka Eddy Hiariej sebelumnya telah dinyatakan gugur setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Estiono mengabulkan permohonan praperadilan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Alex mengatakan, pihaknya akan mencermati apakah dalam pertimbangannya hakim tunggal PN Jaksel menilai alat bukti penetapan tersangka Eddy tidak cukup.
“Kalau menurut hakim bukti tidak cukup ya kita lengkapi/cukupi buktinya dan tetapkan tersangka lagi,” kata Alex lewat pesan singkat, Rabu (31/1/2024).
"Pertimbangan hakim masuk akal atau masuk angin. Ini yang harus dicermati," imbuh Alex.
Sebelumnya, PN Jakarta Selatan menyatakan penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai hukum mengikat.
Adapun hal itu diungkapkan Hakim Tunggal Estiono, saat membacakan amar putusan gugatan Eddy melawan KPK di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024).
"Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon dianggap tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Estiono.
Selain itu dalam putusan itu, Estiono juga menyatakan tidak menerima eksepsi atau tanggapan kubu KPK dalam praperadilan tersebut.
"Mengadili, menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," jelas hakim.
Adapun dalam pertimbangan putusan tersebut, Hakim Estiono mengatakan salah satunya bahwa penetapan tersangka terhadap Eddy tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah.
"Menimbang, bahwa bukti berbagai putusan yang diajukan termohon, tidak dapat menjadi rujukan dalam praperadilan a quo, karena tiap perkara memiliki karakter yang berbeda, dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk mengikuti putusan terdahulu," kata Estiono.
Baca juga: Ketua KPK Respons Putusan Hakim Soal Status Tersangka Eddy Hiariej Tak Sah: Kita Pelajari Dulu
Selain itu hakim juga mempertimbangkan bahwa bukti berjudul berita acara pemeriksaan saksi atas nama Thomas Azali tanggal 30 Nopember 2023, dan berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023 pelaksananya setelah penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej.
"Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka hakim sampai kepada kesimpulan tindakan termohon yang telah menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum," ungkapnya.
Alhasil hakim pun menyatakan bahwa permohonan praperadilan Eddy Hiariej dikabulkan dan membebankan biaya perkara terhadap KPK selaku termohon.
"Menimbang, bahwa oleh karena permohonan praperadilan yang diajukan pemohon dikabulkan, maka biaya yang timbul dalam perkara dibebankan kepada termohon," katanya.
Sebagai informasi, pada Kamis malam, 7 Desember 2023, KPK telah resmi mengumumkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus korupsi.
Dia ditetapkan menjadi tersangka penerima suap bersama dengan dua asistennya Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana.
Sementara tersangka keempat, Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan juga ditetapkan menjadi tersangka pemberi suap.
KPK menduga Eddy menerima suap dan gratifikasi sejumlah Rp8 miliar dari Helmut.
Uang itu ditengarai diberikan agar Eddy membantu Helmut menghadapi masalah perebutan kepemilikan PT CLM.
Selain itu, Eddy juga diduga menyanggupi membantu masalah pidana yang menjerat Helmut di Bareskrim Polri dengan janji pemberian uang.
Lembaga antirasuah menyebut Rp1 miliar dari Rp8 miliar itu dipergunakan Eddy Hiariej untuk modal maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).