TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - R.H. Handini Wulan, M.Ikom berhasil mempertahankan disertasinya dalam forum sidang terbuka Senat Universitas Sahid dalam rangka promosi doktor dengan disertasi berjudul 'Aktor Politik dalam Media Cetak, Analisis Wacana Kritis Teun A Van Dijk pada Buletin Parlementaria sebagai Agen Pencitraan'.
Dalam resume disertasinya, Wulan yang meraih predikat Cumlaude itu menjelaskan, penelitian ini beranjak dari keingintahuan peneliti pada aktor politik yang secara konsisten selalu berada di halaman tiga Buletin Parlementaria.
Buletin parlementaria merupakan salah satu media komunikasi yang diterbitkan oleh DPR RI.
"Buletin ini memiliki tujuan untuk memberikan informasi yang akurat, jelas, dan mudah dipahami mengenai kebijakan, Undang-Undang dan kegiatan DPR RI serta memperkuat kesadaran masyarakat tentang peran DPR RI dalam pembentukan kebijakan dan pelayanan kepada masyarakat," ujar Wulan dalam forum sidang terbuka Senat Universitas Sahid, Rabu 28 Februari 2024.
Mengutip Lord Acton salah satu guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, kata Wulan, Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Bahwa Kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.
Adagium tersebut tampaknya tepat untuk menggambarkan penguasa yang ingin menyalahgunakan kekuasaannya. Korupsi yang dimaksud bukan hanya terkait uang, melainkan juga terkait kebijakan yang dibuat oleh penguasa.
"Peneliti menduga diterbitkannya buletin parlementaria tidak sesuai dengan visi-misi awal, dimana buletin tersebut memiliki slogan “Membuka pintu informasi, Menghubungkan Masyarakat.” Peneliti mencurigai adanya aktor politik yang memanfaatkan Buletin Parlementaria, karena buletin tersebut dianggap dapat menjadi alat yang efektif untuk membangun citra di masyarakat. Konsistensi aktor politik yang diteliti senantiasa muncul di halaman tiga setiap edisinya, padahal anggota DPR RI jumlahnya mencapai 575 orang dari 9 fraksi yang berasal dari 80 daerah pemilihan yang dapat menjadi narasumber informasi pada Buletin Parlementaria," ungkapnya.
Adapun tujuan penelitian ini, lanjut Wulan, untuk membongkar tindakan komunikatif yang digunakan dalam teks dan kognisi sosial sebagai media pencitraan aktor politik pada buletin parlementaria. Kedua, untuk mengungkap struktur sosial dalam wacana aktor politik pada buletin parlementaria.
Sebagai cara untuk mancapai tujuan penelitian ini, Wulan mengatakan, menggunakan landasan teori Habermas yang mengarah pada tindakan komunikatif. Teori Berlo yang mengembangkan Pencitraan, serta Analisis Wacana Kritis Van Dijk yang digunakan sebagai metode untuk membongkar tujuan penelitian.
Wulan menambahkan, penelitian ini menggunakan paradigma kritis melalui pendekatan kualitatif untuk menjawab dua rumusan masalah yang dibuat terhadap Buletin Parlementaria edisi 1200-1210 yang terbit di Bulan Mei sampai Agustus 2022.
Baca juga: Saleh Husin Raih Gelar Doktor Lewat Disertasi Hilirisasi Sawit
"Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan strategis dalam teks sebagai media pencitraan aktor politik pada Buletin Parlementaria tercermin dari ruang publik sebagai representasi pemilihan kata berdasarkan pandangan penulis/wartawan. Sebenarnya, ruang publik harus bebas dan inklusif yang mengedepankan prinsip demokratis. Partisipasi publik dalam proses politik memastikan partisipasi yang tidak dibatasi kekuatan ekonomi atau politik. Oleh karena itu, tidak lepas juga dari demokrasi deliberatif, yang menunjukkan suatu keterbukaan dan akses informasi secara menyeluruh kepada hak individu masyarakat dengan partisipasi aktif melalui ruang dialog atau diskusi di ruang publik," jelas Wulan.
Bagi biro pemberitaan DPR RI, lanjut Wulan, sudah semestinya Buletin Parlementaria kembali ke tujuan awal dibentuk. Sebagai media internal yang mempublikasikan informasi tentang anggota DPR tanpa pilih kasih, dengan mengedepankan sisi jurnalistik yang baik.
Sehingga tidak lagi mengekang jurnalis untuk satu kepentingan yang dimiliki aktor politik tertentu.
"Biro pemberitaan DPR juga dapat meniru dan mencontoh sikap dari Bapak Humas Dunia yaitu Ivy Lee. Pendekatan Lee berfokus pada transparasi, kejujuran, dan komunikasi terbuka dengan media. Salah satu konsepnya ialah “Pernyataan Dasar” atau “Pernyataan Awal”, yang menekankan pentingnya memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada media untuk menghindari rumor dan spekulasi," pungkasnya.