"Kan kalau orang yang mengamati dari Jakarta enggak ngerti kampung, kita juga enggak salahkan. Mungkin secara teori sekolahan bagaimana militer, bagaimana ini, kekuatan tidak sesuai dengan demokrasi, ya kami tampung," kata dia.
"Tapi yang saya bilang, kebanyakan saya kunjungan ke daerah-daerah, banyak hampir seluruhnya menyampaikan 'pak tolong bantu dibuatkan pos ramil lah supaya kami bisa untuk membantu mendamaikan masyarakat, membantu pembangunan, membantu pemahanan stunting, dan sebagainya'," sambung dia.
Dari sisi organisasi, ungkap Maruli, pembentukan pos militer di tingkat terkecil menimbulkan konsekuensi.
Konsekuensi tersebut yakni pengelolaan organisasi secara berjenjang.
"Kalau kami, kita sudah di minta pos ramil, berarti harus ada koordinatornya setelah beberapa puluh kodim. Setelah ada beberapa Kodim kita harus punya korem, setalah ada beberapa korem kebanyakan harus ada Pangdam," kata dia.
"Karena mungkin orang tidak merasakan bagaimana rasanya jadi Pangdam di tiga provinsi di Kalimantan. Pindah provinsi aja, harus lewat Jakarta, begitu, ini kira-kira persoalannya. Kami juga akan menjawab apa alasan kami kenapa perlu kodam itu," sambung dia.