TRIBUNNEWS.COM - Belakangan, praktik digital marketing yang agresif dan tidak etis, terutama melibatkan pemengaruh (influencer), marak beredar di media sosial dan memengaruhi industri air minum kemasan (AMDK).
Produsen AMDK dalam negeri tak luput menjadi sasaran kampanye hitam di media sosial, seperti tudingan hoaks tentang kandungan bromat yang berpotensi memicu kanker. Fenomena ini menunjukkan perlu adanya langkah-langkah untuk menjaga integritas industri dan melindungi konsumen dari informasi yang menyesatkan.
Pada konten tersebut, kandungan bromat yang dimiliki oleh produk AMDK dituding berada di atas ambang batas aman dan seketika bisa memicu kanker. Menanggapi fenomena yang ada, pengajar komunikasi pemasaran di London School of Public Relations, Safaruddin Husada, menilai hal tersebut merupakan bentuk persaingan bisnis yang tidak etis.
"Indikasinya mudah terbaca dari aksi sejumlah influencer yang bernyali menyebar informasi tanpa validitas terkait keamanan dan mutu." ucapnya.
Menurutnya, berita mengenai tudingan hoaks bromat justru membuka kesempatan bagi produsen AMDK untuk lebih menonjolkan keunggulan produknya, baik dari sisi keamanan dan mutu.
"Produsen AMDK perlu lebih giat mengkomunikasikan hasil uji laboratorium independen atas keamanan dan mutu produk ke konsumen," katanya.
Safarudin mengatakan dalam mengatasi tudingan yang ditujukan pada produsen air kemasan yang sedang naik daun, dapat dilakukan keunggulan dari perusahaan. Ia mengimbau bahwa produsen AMDK bisa menonjolkan keunggulan yang menggambarkan ketaatan perusahaan atas Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dua parameter keunggulan dalam industri air kemasan.
Menurut Safaruddin, upaya semacam itu efektif dalam memperkuat kepercayaan masyarakat serta melindungi konsumen dari pengaruh influencer yang mencoba merusak reputasi pesaingnya.
Pandangan senada datang dari Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya, Algooth Putranto. Menurutnya, isu kandungan bromat pada air kemasan bermerek bertujuan merusak reputasi dan pasar dari produsen AMDK.
"Isu tersebut adalah hoax, jelas merupakan black campaign, fitnah yang melebihi kampanye negatif yang hanya menyoroti sisi negatif suatu produk," katanya.
Ia menambahkan, "Bilapun nanti terjadi kontaminasi bromat yang melebihi ambang batas aman, yang paling berhak bersuara adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan selaku otoritas tertinggi keamanan dan mutu pangan, bukan influencer yang tak jelas asal usulnya."
Algooth mengungkapkan bahwa kemunculan video tudingan hoaks bromat bagian dari strategi antar produsen layaknya kompetitor.
“Dengan menghembuskan isu bromat, tentunya dengan meminjam tangan influencer, ada kompetitor Le Minerale yang leluasa mengalihkan perhatian publik dari isu dari yang menderanya, semisal isu dukungan terhadap Israel atau risiko senyawa kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada kemasannya,” ujar Algooth.
Baca juga: Le Minerale aman dikonsumsi, Uji Bromat Badan Terakreditasi 0.4 PPB di bawah ambang batas 10 PPB
BPKN wanti-wanti influencer
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia, Muhammad Mufti Mubarok, mewanti-wanti influencer untuk berhati-hati dalam memberikan pernyataan terkait barang ataupun jasa milik pelaku usaha jika ingin terhindar dari masalah hukum.
"Pelaku usaha/produsen, yang merasa dirugikan oleh tindakan atau perbuatan influencer, punya hak penuh untuk menempuh jalur hukum," katanya.
Menurut Muhammad, influencer memang punya hak untuk menyampaikan pendapat atas produk atau jasa tertentu. Meski begitu, publik juga perlu menyadari bahwa tak selamanya sosok influencer menyampaikan informasi yang benar dan dengan itikad baik.
"Mereka bisa juga salah, ataupun keliru," katanya.
Muhammad juga menegaskan komitmen pemerintah dalam mendengar pengaduan konsumen terkait dengan perbuatan influencer yang diduga melakukan penyimpangan untuk mencari keuntungan pribadi.
Awalnya, video tudingan kandungan bromat tinggi pada produk AMDK diumbar oleh salah satu influencer di platform Tiktok. Pada video berdurasi singkat itu, dia mengklaim bromat sebagai senyawa kimia yang seketika memicu kanker.
Sayangnya, video tersebut tak menyertakan informasi yang terverifikasi dan terkesan menyerang salah satu produsen AMDK dalam negeri yang digambarkan sebagai satu-satunya yang memiliki kandungan bromat lima kali di atas ambang batas aman.
Hal tersebut kemudian memunculkan spekulasi influencer di balik video tersebut dengan sengaja mencari keuntungan sebagai sosok yang berperan vital dalam digital marketing pihak market leader industri AMDK.
Dugaan ini menguat setelah produsen AMDK dalam negeri yang dituduh, Le Minerale, mempublikasikan hasil uji laboratorium yang menunjukkan kadar bromat pada produk perusahaan jauh di bawah ambang batas aman dan setelah Kementerian Komunikasi dan Informasi menerapkan cap ‘hoaks’ pada konten video viral di platform Tiktok tersebut.
Penegasan keamanan dan mutu Le Minerale juga belakangan dipertegas secara resmi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
"Hasil uji laboratorium BPOM atas kadar bromat pada Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) menunjukkan semuanya memenuhi ketentuan keamanan, tidak ada yang melampaui ambang batas berbahaya," dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews pekan lalu (27/02).
Baca juga: Tanggapi Konten Hoaks Bromat, Ketua BPKN Berkoordinasi dengan Kemenkominfo Awasi Konten Media Sosial