TRIBUNNEWS.COM - Eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024).
Kehadiran Juliari terkait perkara dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial tahun 2020.
Dalam kesaksiannya, ia membeberkan beberapa hal terkait kasus ini. Berikut rangkumannya.
1. Ungkit Arahan Jokowi
Juliari sempat mengungkit arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait program Bansos pada masa pandemi Covid-19.
Ia mengatakan, bahwa Jokowi kerap mengarahkan agar tiap-tiap kementerian tidak membuat program yang rumit.
"Pada saat Covid, di setiap rapat-rapat dengan presiden, apakah terbatas atau inheren, Bapak Presiden secara terbuka selalu menyampaikan bahwa agar tiap menteri itu jangan buat program yang ribet, sehingga akhirnya programnya tidak bisa cepat dijalankan," kata Juliari saat duduk di kursi saksi, Rabu.
Jokowi disebut Juliari juga mengarahkan supaya kementerian memaksimalkan penyerapan anggaran karena saat itu kondisi perekonomian sedang sulit karena pandemi Covid-19.
"Penyerapan anggarannya juga sangat ditekankan pada saat itu karena keadaan ekonomi kita kan sangat sulit. Nah, arahan Pak Presiden seperti itu kepada kami para menteri," ujarnya.
Arahan itu lantas diteruskan Juliari kepada bawahannya melalui grup WhatsApp.
Secara spesifik, ia meminta agar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos menyesuaikan peraturan mengenai pengiriman bansos beras dengan kondisi real.
Baca juga: Korupsi Bansos Beras, Eks Mensos Juliari Batubara Eliminasi Bulog dan Pilih Vendor Lebih Mahal
"Pak Sesdijen, tolong aturan terkait pengiriman beras ke KPM agar betul-betul dicermati dengan keadaan di lapangan. Artinya jangan kita buat aturan yang terlalu berat yang ternyata tidak terlalu realistis diterapkan di lapangan namun kita buat. Akibatnya akan menyulitkan kita sendiri pada saat pemeriksaan," ujar jaksa penuntut umum membacakan BAP yang kemudian diamini oleh Juliari Batubara di persidangan.
Selain di grup Whatsapp, Juliari juga menyampaikan arahan Jokowi dalam Rapat Pimpinan Kemensos di mana ia menyinggung soal jumlah transporter yang akan mendistribusikan bansos beras kepada keluarga penerima manfaat.
"Beliau menyampaikan berdasarkan arahan Presiden, sebaiknya jangan satu transporter. Minimal dua, maksimal tiga," kata Sesditjen Pemberdayaan Sosial Kemensos, Bambang Sugeng yang juga bersaksi di persidangan yang sama.
2. Pembengkakan Anggaran
Selanjutnya, Juliari mengungkap adanya pembengkakan anggaran untuk kebutuhan distribusi bansos beras bagi KPM dan PKH pada 2020.
Pembengkakan anggaran itu mencapai hampir Rp500 miliar.
"Kalau untuk perencanaannya, Bapak tahu ada perubahan rencana anggaran transporter yang sebelumnya 112 miliar menjadi 600 miliar?" tanya Jaksa Penuntut Umum kepada Juliari.
"Ya itu saya tahu, Pak," kata Juliari.
Dari kekurangan dana itu, Juliari kemudian memerintahkan agar anak buahnya mencarikan sumber tambahan.
Anggaran tersebut akhirnya diambil dari Direktorat Jenderal Fakir Miskin.
Di mana jumlah yang dialokasikan untuk distribusi bansos beras tersebut mencapai Rp500 miliar.
"Bapak tahu tidak penambahan anggaran transporter diambil dari Dirjen Fakir Miskin? Kan butuh tambahannya anggaran 500 miliar," kata jaksa.
"Saya ingat, Pak. Kalau itu karena itu refocusing dari anggaran yang ada," jawab Juliari.
Adapun pihak transporter dalam bansos beras ini telah duduk di kursi terdakwa, yakni mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo.
3. Telepon dengan Sri Mulyani
Saat menjadi saksi, Juliari mengaku berkomunikasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Komunikasi melalui telpon itu dilakukan pada masa pandemi Covid-19.
"Terus terang saat itu saya ada diskusi informal lewat telpon dengan Ibu Sri Mulyani, Menkeu secara informal lewat telpon," kata Juliari dalam kesaksiannya.
Saat itu, Juliari dan Sri Mulyani membahas soal kelebihan stok beras Bulog yang dapat dialokasikan sebagai bansos.
Dari hasil komunikasi itu, mereka berdua bersepakat untuk mengusulkannya ke Presiden Jokowi.
"Kebetulan Bulog beberapa kali menyampaikan dalam rapat-rapat termasuk juga di dalam rapat terbatas beberapa kali bahwa mereka memiliki cadangan stok yang berlebihan. Kita berkesimpulan, coba kita usulkan saja beras Bulog itu diberikan sebagai bantuan sosial pak," katanya.
Ide tersebut kemudian dibawa ke dalam rapat terbatas dengan Jokowi. Hasilnya, ide tersebut disetujui presiden dan diminta untuk segera diimplementasikan.
"Kami sampaikan di rapat terbatas dan Bapak Presiden menyetujui. Makanya kita jalankan program tersebut," jelas Juliari.
4. Pilih Vendor Lebih Mahal
Dalam sidang kasus ini, terungkap adanya instruksi dari Juliari Batubara terkait pemilihan vendor.
Instruksi itu berupa pengeliminasian PT Perum Bulog untuk mendistribusikan bansos.
Padahal, Bulog menawarkan harga lebih rendah dari dua vendor terpilih, yaitu PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) dan PT Dos Ni Roha (DNR).
Penawaran Bulog itu disampaikan dalam surat yang ditujukan kepda Sesditjen Pemberdayaan Sosial.
"Barang bukti 426 tanggal 24 Juli 2020 dengan biaya yang disebutkan adalah 500 rupiah untuk jasa pengiriman untuk sampai ke titik bagi," kata jaksa penuntut umum.
Sayangnya, Juliari mengaku tak mengetahui penawaran Bulog tersebut.
"Saudara tahu itu?" tanya jaksa.
"Tidak tahu, Pak," jawab Juliari.
Namun, Sesditjen Pemberdayaan Sosial Bambang Sugeng mengungkapkan bahwa dirinya telah menginformasikan hal tersebut kepada Juliari Batubara.
Menurut Bambang, penawaran Bulog tersebut diinformasikan kepada Juliari melalui Direktur Jenderalnya dalam sebuah rapat.
Tak hanya Bulog, Juliari juga mengeliminasi PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) untuk mendistribusikan bansos beras.
Padahal JNE menawarkan harga yang sama dengan BGR dan DNR, yakni Rp1.500 per kilogramnya.
"JNE itu kan menawarkan tiga harga untuk tiga wilayah. Salah satu wilayah itu 1.500 juga. Artinya sama dengan penawaran-penawaran lainnya," ujar jaksa penuntut umum.
"Saya tidak ingat, Pak. Tidak ingat, terus terang," ucap Juliari.
Menurutnya, dirinya hanya ingat pernah menetapkan dua perusahaan untuk mendistribusikan bansos beras. Keputusan itu ia ambil karena melihat harga penawaran BGR dan DNR.
"Ya karena rapat saya yang memimpin dan berdasarkan paparan dari tim bahwa ada dua perusahaan yang paling murah, ya, kita putuskan dua itu, Pak," jelasnya.
Sebagai informasi, keterangan Juliari Batubara ini disampaikan sebagai saksi dalam perkara yang menyeret mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo, sebagai terdakwa.
Dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Kuncoro Wibowo atas perbuatannya yang diduga mengkorupsi bansos beras untuk KPM dan PKH Kementerian Sosial tahun 2020.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, perbuatan eks Dirut perusahaan plat merah itu disebut-sebut merugikan negara hingga Rp127 miliar.
Selain Juliari, dalam persidangan ini, JPU juga menghadirkan pengusaha Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, kakak dari Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
(Tribunnews.com/Deni/Ashri Fadilla)