TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung terus mengejar pembuktian terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah tahun 2015 sampai dengan 2022.
Satu di antara upaya pembuktian dikejar melalui pemeriksaan saksi-saksi.
Kamis (14/3/2024), tim penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung memeriksa lima saksi.
"Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa 5 orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan di PT Timah Tbk tahun 2015 samlai dengan 2022," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya.
Kelima saksi yang diperiksa berasal dari PT Timah.
Di antaranya, merupakan pejabat pada jajaran direksi, yakni direktur keuangan yang masih aktif menjabat.
"Saksi yang diperiksa FE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk," kata Ketut.
Kemudian ada pula mantan Direktur Operasi PT Timah berinisial AP yang diperiksa tim penyidik.
"AP selaku Mantan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode 2020 sampai dengan Desember 2021," katanya.
Sedangkan tiga lainnya merupakan karyawan, yakni: ES selaku Karyawan PT Timah, EZ selaku Karyawan PT Timah, dan ARS selaku Evaluator Divisi P2P PT Timah Tbk.
Baca juga: Hanya Butuh Belasan Jam, Penyelundup Timah Sudah Puluhan Tahun Lalu Beraksi di Pantai Mentigi
Hingga pekan lalu, Jumat (8/3/2024), Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa sudah ada 139 saksi yang diperiksa sejak penyidikan dilakukan 5 bulan lalu.
Sedangkan pekan ini, terhitung ada 7 saksi diperiksa, yakni Kamis (14/3/2024) sebanyak 5 saksi dan Rabu (13/3/2024) sebanyak 2 saksi.
Rabu (13/3/2024) lalu, kedua saksi yang diperiksa berasal dari CV Mutiara Alam Lestari.
"Saksi yang diperiksa yaitu YF selaku Admin CV Mutiara Alam Lestari dan GST selaku Admin CV Mutiara Alam Lestari," kata Ketut dalam keterangannya, Rabu (13/3/2024) lalu.
Jika ditotal, maka saksi yang diperiksa selama penyidikan perkara ini mencapai 146 orang.
Sebagai informasi, dalam perkara ini tim penyidik telah menetapkan 14 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA).
Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Baca juga: Kejagung Temukan Pembiaran Tambang Timah Ilegal di Babel, Rugikan Negara Hingga Rp 271 Triliun
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.