News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua Banggar DPR Said Abdullah: Pangan Bukan Komoditas Politik

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Banggar DPR MH Said Abdullah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih tingginya beberapa harga bahan kebutuhan pokok rakyat memang harus menjadi perhatian pemerintahan, seperti bahan pangan yang di topang dari suplai impor.

Selain harganya masih tinggi, untuk mendapatkannya juga tidak mudah, karena harus berebut dengan negara lain yang impor juga.  

Demikian dikemukakan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah di Jakarta, Minggu (17/3/2024).

"Harga beras di pasar internasional masing tinggi, meskipun ada tren turun dibanding Februari lalu, dari 19 USD ke 17, 8 USD per kuintal, namun harga ini rata rata juga masing tinggi dibanding tahun 2022 dan 2023," kata Said.

Demikian halnya juga dengan gula.

Said yang juga poltisi PDIP inj mengatakan harga gula di pasar internasional masih 22 USD per pound, lebih tinggi rata rata dibanding tahun lalu yang di kisaran 18-22 per pound.

Beberapa bahan pangan lainnya seperti jagung, kedelai, gandum, dan daging di pasar internasional menunjukkan tren penurunan, inilah kesempatan pemerintah untuk mengamankan pasokan dalam negeri. 

Seperti kita ketahui, setiap momentum ramadhan dan perayaan Idul fitri, permintaan terhadap bahan pangan pokok rakyat akan meningkat. 

"Saya kira pemerintah juga sudah tahu akan tren permintaan tinggi momen seperti ini," katanya.

Menurut dia tak ada jalan lain bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan pangan aman, kalau jangka pendek tidak bisa dipenuhi didalam negeri, tentu tak ada pilihan selain impor. 

"Skema impornya juga harus dirubah dari skema kuota menjadi tarif untuk menjaga kegiatan impor menjadi perburuan rente," ujarnya.

Selain itu, lanjut Said, pemerintah harus menggelar operasi pasar berskala besar. 

"Sebab setiap kenaikan harga pangan rakyat, ada sensitivitas terhadap daya belinya," ujarnya.

Jika daya beli rakyat turun, skala besarnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebab lebih dari 50 persen ekonomi nasional di topang dari konsumsi rumah tangga. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini