TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tepat.
Langkah ini untuk memberikan efek jera bagi praktek pat gulipat di LPEI yang seolah terus terulang.
“Kami menilai langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjukkan keseriusan pemerintah agar proses pembiayaan ekspor benar-benar bisa meningkatkan volume ekspor Indonesia, bukan sekadar praktek hengky pengky antara oknum pejabat LPEI dan pihak ketiga sehingga memicu fraud yang merugikan keuangan negara,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, Rabu (20/3/2024).
Untuk diketahui Sri Mulyani bertandang ke Kejaksaan Agung untuk melaporkan temuan tim Kemenkeu terkait indikasi adanya fraud dalam kredit yang dikucurkan oleh LPEI, Senin (18/3/2024).
Sejumlah debitur diduga melakukan tindak pidana korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,5 triliun.
Ada empat perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Keempat perusahaan tersebut bergerak dalam usaha sawit, nikel, batu bara, dan perkapalan.
Baca juga: Sri Mulyani Laporkan ke Kejagung 4 Perusahaan Diduga Fraud Kredit Rp 2,5 Triliun di LPEI
Fathan mengungkapkan dugaan korupsi di LPEI dengan berbagai modus seolah kaset rusak yang terus berulang.
Dia menyebut Kejagung di tahun 2022 misalnya pernah menetapkan menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI selama periode 2013-2019.
Saat itu kerugian negara diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun yang berasal dari kredit macet ke delapan grup usaha yang terdiri dari 27 perusahaan.
“BPK juga pernah melakukan pemeriksaan investigatif terkait kasus dugaan korupsi LPEI dan menemukan kerugian negara hingga puluhan miliar,” katanya.
Di antara modus yang paling sering terjadi lanjut Fathan adalah LPEI tidak menerapkan prinsip tata kelola baik saat mengucurkan kredit kepada calon debitur.
LPEI seolah gampangan dalam menyalurkan kredit kepada pihak ketiga. Akibatnya terjadi kredit macet yang merugikan LPEI dan keuangan negara.
“Saat ditelusuri lebih dalam ternyata ada hengky pengky antara oknum LPEI dengan pengusaha atau eksportir sehingga penyaluran kredit tidak memenuhi unsur prudent,” katanya.
Politikus PKB ini pun mendukung upaya bersih-bersih sehingga LPEI kembali kepada khittah-nya.
Menurutnya pembentukan LPEI awalnya untuk menciptakan ekosistem baik terhadap kegiatan ekspor produk-produk unggulan dalam negari.
Dengan LPEI eksportir akan dibantu dari segi pembiayaan, penjaminan, dan asuransi.
“Namun faktanya seringkali proses penyaluran pembiayaan ini dilakukan secara serampangan bahkan minim pengawasan saat kredit telah dikucurkan. Maka saat ini kami menilai LPEI ini direformasi agar bisa kembali ke tujuan awal bisa mendorong iklim ekspor yang baik bagi produk unggulan Indonesia baik dari sektor UMKM maupun korporasi,” pungkasnya.