TRIBUNNEWS.COM - Kampanye global yang menyerukan gerakan boikot terhadap produk terafiliasi Israel di seluruh dunia terus berlanjut. Gerakan ini sebagai bentuk protes atas aksi militer yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina.
Belakangan, aksi boikot massal ini juga digelorakan via aplikasi pesan instan (chatting) paling popular WhatsApp.
“Ini bukanlah boikot langsung, melainkan perasaan tidak senang yang mendalam terhadap Israel,” kata Putra Kelana di Medan tentang alasannya memboikot produk makanan siap saji global (20/3).
Dalam rilis yang diterima Tribunnews, Kelana mengungkapkan bahwa dirinya bersama keluarga dan teman-temannya telah melakukan boikot terhadap salah satu restoran makanan siap saji multinasional sejak Oktober 2023, ketika restoran siap saji tersebut Israel menyumbangkan ribuan makanan gratis kepada militer Israel di tengah pengeboman masif di Gaza.
“Jika saya bisa pergi ke Gaza untuk membantu melawan pasukan Israel, saya akan melakukannya. Muslim dibunuh oleh Israel setiap hari. Karena saya tidak bisa pergi ke sana secara langsung, yang terbaik adalah menunjukkan dukungan saya dengan tidak menggunakan produk-produk yang berafiliasi dengan Israel.”
Kelana, yang bergabung dalam grup WhatsApp di mana anggotanya secara berkala memposting daftar produk yang harus dihindari, juga telah berhenti mengonsumsi produk perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) multinasional, terutama setelah maraknya pemberitaan bahwa produsen AMDK tersebut berinvestasi di beberapa perusahaan dan startup Israel.
Baca juga: Aksi Bela Palestina, Cerita Pengusaha Indonesia Ikutan Boikot Produk Pro-Israel sejak Perang Dimulai
Isna Sari, seorang ibu rumah tangga di Medan, mengatakan bahwa dia telah mengubah daftar belanja mingguannya sejak awal penghancuran Gaza oleh Israel, termasuk meninggalkan cairan pencuci yang dimiliki oleh perusahaan Fast-moving consumer goods (FMCG) global dan berpindah ke merek lokal.
Beberapa perusahan multinasional yang dikaitkan dengan dukungannya terhadap militer Israel pun berupaya keras menangkis boikot, termasuk mengeluarkan sejumlah pernyataan membela diri dengan menyebutkan bahwa mereka “sedih dan prihatin” tentang konflik tersebut dan bahwa produk-produk mereka “dibuat, didistribusikan, dan dijual oleh orang-orang Indonesia”.
Namun, upaya mereka untuk menghapus citra terafiliasi dengan Israel, sedikitpun tak digubris konsumen. Upaya pembelaan diri seperti ini di Indonesia secara sinis disebut dengan istilah “Palestina Washing”.
Di seluruh Asia Tenggara, seruan untuk memboikot produk yang dianggap memiliki hubungan dengan Israel telah berdampak pada tergerusnya keuntungan merek-merek besar global. Sejumlah perusahaan tersebut melaporkan penurunan tajam pada penjualan produknya.
Pada Februari lalu, salah satu perusahaan makanan cepat saji mengatakan bahwa perang Gaza adalah salah satu alasan kenapa penjualan internasional hanya naik 0,7 persen selama kuartal keempat tahun 2023, turun tajam dari ekspansi 16,5 persen selama periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan, perusahan FMCG global mengatakan penjualan di Indonesia anjlok dua digit selama kuartal keempat tahun lalu.
Sementara itu, di salah satu cabang perusahaan kedai kopi multinasional di Medan, seorang karyawan yang enggan disebut namanya mengakui bahwa bisnis selama Ramadan lebih lambat dari tahun sebelumnya, meskipun sudah gencar menawarkan promosi minuman gratis untuk berbuka puasa.
Boikot juga membuat bisnis salah satu perusahaan kedai kopi global tersebut mengalami penurunan pendapatan sebesar 38,2 persen pada kuartal keempat tahun lalu untuk wilayah Malaysia.
Merek-merek global tampaknya akan terus diboikot, selama perusahaan induk mereka belum menyatakan menarik diri dari Israel.
YMKI dukung gerakan boikot
Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Ahmad Himawan, dalam diskusi publik bertema "Ramadhan Tanpa Produk Genosida" di Jakarta mengumumkan 10 produk pro-genosida dengan menggunakan data acuan dari situs Boycott.Thewitness dan Bdnaash (15/3).
YKMI merekomendasikan boikot massal atas 10 merek perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, termasuk produk kurma yang diproduksi Israel.
Bahkan jelang bulan Ramadhan, pasca keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 83/2023, gerakan boikot konsumen Muslim juga makin diperkuat dengan dukungan MUI melalui deklarasi berupa instruksi atau “Irsyadat Majelis Ulama Indonesia”, di Gedung MUI, Jakarta (10/03).
Salah satu dari lima poin instruksi MUI itu secara tegas, “Menyerukan kepada umat Islam agar mulai bulan Ramadhan ini untuk tidak menggunakan lagi produk yang diproduksi oleh perusahaan yang terafiliasi dengan penjajah Israel dan pendukungnya, seperti produk kebutuhan konsumsi sahur, berbuka puasa, dan barang hantaran Lebaran (hampers) maupun produk-produk lainnya.”
Baca juga: Ajak Boikot Produk Israel, YKMI Rekomendasikan Situs Thewitness dan Bdnaash Sebagai Rujukan