Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI klaim sudah mengingatkan potensi korupsi yang menyeret suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai tersangka.
Hal tersebut diungkap saat Komisi III DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Bangka Belitung.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan saat itu lembaga legislator sudah mengingatkan petinggi perusahaan yang mengelola timah di Bangka Belitung.
"Waktu itu Direkturnya masih Pak siapa namanya, Riza itu ya, yang kemudian jadi tersangka, masih ada almarhum Pak Desmond, seingat saya waktu itu memang kita menyampaikan hati-hati karena ini kan SDA, sumber daya mineral yang sangat amat berharga," ucap Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Ia mengatakan kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam bisa berakibat fatal.
Yakni, nantinya bisa dapat menimbulkan potensi kerugian negara.
Baca juga: Kejagung Periksa Sosok RBS, Disebut Otak Kasus Mega Korupsi Timah yang Seret Suami Sandra Dewi
"Karena kesalahan pengelolaan pasti akan menimbulkan kerugian keuangan negara, kemudian apakah soal penghitungan-penghitungan kerugian negara ini terlalu eksesi. Misalnya kalau korupsi APBN yang dihitung kan rill, mana anggaran yang hilang," katanya.
"Tapi kalau sumber daya alam ini sampai dihitung kerusakan lingkungan, sehingga angkanya menjadi fantastis," sambungnya.
Lebih lanjut, Habiburokhman menambahkan pihaknya pun mendukung penegak hukum untuk menindak siapapun yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Persoalan orang-orangnya siapa yang terlibat kita serahkan sepenuhnya kepada penegak hukum," katanya.
Baca juga: Sewakan Kapal untuk Selundupkan Timah ke Malaysia, Warga Bangka Tengah Ditangkap Polisi
Sebelumnya, perkara dugaan korupsi tata niaga timah baru-baru ini menyeret suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, Harvey Moeis terseret terkait posisinya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), salah satu perusahaan pertambangan asal Bangka.
Harvey ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Rabu (27/3/2024).
Sehari sebelumnya, Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim ditetapkan tersangka dalam perkara yang sama.
Baca juga: Harvey Moeis Terjerat Kasus Korupsi, Fasilitas Apartemen Mewah Sandra Dewi Dibongkar Uci Flowdea
Helena dijadikan tersangka terkait posisinya sebagai Maanajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang mengelola dana corporate social responsibility (CSR) dari hasil penambangan liar yang diakomodir Harvey Moeis.
Namun dalam hal ini, Harvey Moeis dan Helena Lim diduga bukanlah ujung tombak dari pihak yang menikmati hasil korupsi.
Dalam somasi terbuka yang dilayangkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), diduga ada sosok berinisial RBS yang merupakan official benefit atau penerima manfaat.
"RBS diduga berperan yang menyuruh Harvey Moeis dan Helena Lim untuk dugaan memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus CSR. RBS adalah terduga official benefit dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah ilegal sehingga semestinya RBS dijerat dengan ketentuan tindak pidana pencucian uang guna merampas seluruh hartanya guna mengembalikan kerugian negara dengan jumlah fantastis," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Kamis (28/3/2024).
Menurut Boyamin, sosok RBS kini diduga kabur ke luar negeri.
Karena itulah, penetapan RBS sebagai tersangka diperlukan agar kemudian bisa dimasukkan ke dalam daftat pencarian orang (DPO).
"RBS saat ini diduga kabur keluar negeri sehingga penetapan tersangka menjadi penting guna menerbitkan Daftar Pencarian Orang dan Red Notice Interpol guna penangkapan RBS oleh Polisi Internasional," kata Boyamin.
Sedangkan dari Kejaksaan Agung sejauh ini belum memberikan tanggapan hingga berita ini ditulis.
Konfirmasi telah diupayakan ke Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana.
16 Tersangka Korupsi Timah
Sebagai informasi, dalam perkara ini tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Li; dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.
Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah.
Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.