Kapten Fauzi lahir di sebuah desa di dataran tinggi yang dikelilingi Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Kapten Fauzi mengenyam pendidikan di Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran (BPLP) Semarang lulus pada tahun 1991.
Sejak masih taruna, pria yang memiliki tiga anak wanita ini menjalani ikatan dinas di PT Pelni (Persero).
“Jadi saya ini tidak ada keluarga yang kerja di pelayaran dan bukan tinggal di pesisir pantai tetapi karena memang suka berpetualang jadi saya putuskan untuk menjadi pelaut,” cerita Kapten Fauzi.
Nakhoda KM Gunung Dempo ini memiliki perjalanan yang amat panjang dalam dunia pelayaran nasional.
Menurutnya, lautan Indonesia cukup bersahabat karena berada di bawah lintang 11 derajat.
“Kalau fenomena badai atau gelombang tinggi itu adanya di atas lintang 10 sehingga fenomena alam itu lebih banyak terjadi di luar,” ucap dia.
Namun demikian, Kapten Fauzi juga pernah merasakan di hantam gelombang tinggi saat tugas dinas membawa kapal Pelni ke line luar.
Termasuk saat diminta untuk membawa kapal Pelni yang dibeli dari Jerman.
“Saya pernah dihantam badai di laut Socotra di selat Inggris dengan ketinggian gelombang sampai melewati anjungan,” tutur Kapten Fauzi.
Di perairan Indonesia, kata dia, cenderung merata mulai dari laut Jawa, laut selatan, barat dan timur.
Gelombang ombak terjadi berdasarkan musim, tetapi biasanya tidak lama dalam dua bulan sudah kembali normal.
Untuk KM Gunung Dempo tipe 2.000, dia menilai stabilitasnya sangat bagus sehingga aman meskipun menghajar ombak besar di perairan domestik.
Kapten Fauzi menuturkan menjadi seorang pelaut sekarang ini tidak lagi sulit untuk menghubungi keluarga di rumah.