Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Prasetio Nugroho ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/4/2024).
Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) RI yang juga merupakan Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh itu adalah terpidana kasus suap pengurusan perkara di MA.
"Jaksa Eksekutor Andry Prihandono, telah selesai melaksanakan eksekusi pidana badan dengan terpidana Prasetio Nugroho dengan cara memasukkannya ke Lapas Klas I Sukamikin untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun dikurangi masa penahanan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (18/4/2024).
Prasetio Nugroho diwajibkan membayar pidana denda Rp1 miliar dan uang pengganti 20 ribu dolar Singapura dan Rp206 juta.
"Proses eksekusi ini berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada tingkat Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap," imbuh Ali.
Baca juga: Tiga Pekan Ditahan Terkait Mega Korupsi Timah, Begini Nasib Suami Sandra Dewi di Tahanan
Dalam kasusnya, Prasetio Nugroho dinilai terbukti bersama-sama menerima suap dalam pengaturan vonis kasasi di Mahkamah Agung.
Dia disebut menerima suap dengan sejumlah pegawai MA.
Gazalba Saleh sempat didakwa turut menerima aliran uang, tetapi dinyatakan tidak terbukti oleh majelis hakim PN Bandung. Gazalba sudah dibebaskan.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Prasetio turut menerima uang pengaturan vonis.
Uang itu dari Heryanto Tanaka yang merupakan deposan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Heryanto menyuap agar memastikan Budiman Gandi selaku Ketum KSP Intidana divonis penjara di tingkat kasasi. Sebab dia merasa dirugikan sebagai deposan.
Heryanto memberikan kuasa khusus kepada Theodorus dan Eko Suparno mewakilinya dan melakukan pendampingan hukum upaya kasasi.
Keduanya kemudian "bersilat peran" dengan menghubungi sejumlah pihak di MA agar dibantu memuluskan kasasi.
Heryanto menyiapkan uang Rp2,115 miliar untuk memuluskan keinginannya.
Uang itu diberikan kepada Theodorus. Uang itu diberikan dalam bentuk dolar Singapura.
Baca juga: Belum Dilantik jadi Presiden RI, Prabowo Ditelepon Presiden Korsel Bahas Kerja Sama Kedua Negara
Dari jumlah tersebut, dialokasikan 110 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada pihak yang menjanjikan pengaturan kasasi.
Sedangkan sisanya 90 ribu dolar Singapura digunakan untuk operasional dari Theodorus.
Uang 110 ribu dolar Singapura ribu itu diberikan kepada Desy selaku staf Kepaniteraan MA.
Desy kemudian menginformasikan kepada Nurmanto Akmal yang juga merupakan PNS MA bahwa uang sudah diterimanya.
Sebagai pengaturan perkara, sosok Prasetio selaku asisten Gazalba berperan membuat resume putusan bahwa Budiman Gandi bisa dijatuhi hukuman penjara.
Resume itu diberikan kepada Gazalba selaku salah satu hakim.
Atas resume tersebut, Gazalba menyetujui dan digunakan sebagai dasar membuat pendapat hakim.
Kasasi pun diputus dengan menyatakan Budiman Gandi bersalah.
Setelahnya, realisasi uang pun dilakukan. Uang suap di tangan Desy diserahkan 95 ribu dolar Singapura kepada Nurmanto Akmal.
Nurmanto kemudian memberikan 10 ribu dolar Singapura kepada Desy yang merupakan bagiannya. Sisanya dibawa Nurmato Akmal.
Kemudian 55 ribu dolar Singapura diserahkan Redhy Novarisza yang juga PNS MA. Dibagi bersama dengan Prasetio.
Dalam dakwaan, Prasetio memberikan 20 ribu dolar Singapura kepada Gazalba.
Namun, dalam pertimbangan hukum vonis Gazalba, 20 ribu dolar Singapura itu tidak diberikan kepada Gazalba oleh Prasetio.
Baca juga: Polisi Dalami Keterlibatan Kakak Sopir Fortuner Karena Suruh Buang Pelat Dinas TNI Palsu di Lembang
Dalam persidangan, Gazalba juga mengaku tidak menerima 20 ribu dolar Singapura tersebut. Fakta itu yang membuat Gazalba divonis bebas.
Meski KPK tetap meyakini Gazalba menerima 20 ribu dolar Singapura, dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis pengadilan tingkat pertama.