Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM sekaligus mantan Penjabat atau Pj Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin dihukum 3,5 tahun penjara dalam kasus korupsi dalam kerja sama operasional (KSO) antara PT Antam dan PT Lawu Agung Mining 2021-2023 di pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), dengan kerugian negara RP 2,3 triliun.
Vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2024).
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ridwan Djamaluddin dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan," ujar Hakim Ketua, Fahzal Hendri di persidangan.
Selain Ridwan Djamaluddin, majelis hakim juga membacakan vonis untuk empat terdakwa lainnya yang terlibat dalam kasus korupsi yang sama.
Keempatnya yakni mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba pada Dirjen Minerba, Sugeng Mujiyanto; Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral, Yuli Bintoro; Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral, Henry Julianto; Evaluator Pengawasan Usaha Operasi dan Produksi dan Pemasaran Mineral, Eric Viktor Tambunan.
Baca juga: Bos Tambang Nikel Windu Aji Sutanto Tertawa hingga Tos dengan Jaksa usai Divonis 8 Tahun Penjara
Untuk Sugeng Mujiyanto, Majelis menjatuhkan pidana penjara yang sama dengan Ridwan Djamaluddin, yakni 3 tahun 6 bulan alias 3,5 tahun.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya divonis 3 tahun penjara.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa I, Yuli Bintoro dengan pidana penjara selama 3 tahun, terdakwa II Henry Julianto selama 3 tahun, dan terdakwa III Eric Victor Tambunan selama 3 tahun," kata Hakim Fahzal.
Tak hanya pidana badan, para terdakwa dari Kementerian ESDM ini juga dihukum untuk membayar denda masing-masing Rp 200 juta.
Jika denda itu tidak dibayar, maka diganti dengan tambahan kurungan 2 bulan.
"Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa masing-masing sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 bulan," kata Fahzal Hendri.
Baca juga: Kejagung Sita 5 Smelter dan Mobil Mewah pada Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Suami Sandra Dewi
Dalam perkara ini, kelima terdakwa dianggap tak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan dakwaan primair.
Namun Majelis Hakim meyakini bahwa mereka melanggar ketentuan sebagaimana dakwaan subsidair, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terkait vonis ini, Majelis Hakim memiliki sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.
Pertimbangan memberatkan bagi mereka di antaranya:
• Tindakan para terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi;
• Tindakan para terdakwa menyebabakan kerugian negara cukup besar hingga Rp 2.343.903.278.312,91 (2 triliun lebih); dan
• Terdakwa tidak merasa bersalah dalam perkara ini.
Adapun pertimbangan meringankan bagi mereka:
• Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
• Para terdakwa sebagai kepala rumah tangga dalam keluarganya masing masing;
• Para terdakwa belum pernah dipidana dalam perkara yang lain.
Vonis majelis hakim untuk Ridwan Djamaluddin dkk ini lebih rendah dari tuntutan yang telah dilayangkan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.
Tuntutan yang dilayangkan jaksa sebagai berikut: Ridwan Djamaluddin 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan; Sugeng Mujiyanto 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan; Yuli Bintoro 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan; Henry Julianto 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan; Eric Viktor Tambunan 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.