News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

3 Masukan HKTI di Hari Jadi ke-51 Buat Presiden Terpilih: Dari Produksi Beras hingga Insentif Petani

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Oleh: Fadli Zon

Ketua Umum DPN HKTI sekaligus Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra

HARI ini merupakan hari istimewa bagi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). Tepat pada hari ini, lima puluh satu tahun lalu, organisasi ini lahir.

HKTI adalah hasil dari penyatuan 15 organisasi tani. Penyatuan itu dimaksudkan untuk memperkuat pembelaan terhadap kaum tani kita.

Pada usianya ke-51 ini, HKTI merasa beruntung karena telah berhasil mengantarkan ketua dewan pembinanya, yang juga mantan Ketua Umum DPN HKTI dua periode (2004-2010, 2010-2015), yaitu Jenderal TNI H. Prabowo Subianto, menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia.

Terpilihnya Pak Prabowo memang sangat disyukuri oleh kami, karena dengan demikian kita saat ini memiliki seorang presiden yang merupakan kader tani.

Kita berharap, dengan dipimpin kader HKTI, pertanian kita ke depan bisa lebih maju dan petani kita jadi lebih sejahtera.

Baca juga: Kolaborasi HKTI dan INTI Dorong Produk Pertanian Indonesia Tembus Pasar Tiongkok

Isu kesejahteraan petani ini memang tak akan pernah usang.

Kunci ketersediaan pangan memang adalah kesejahteraan petani. Jika petani tak sejahtera, mereka akan pindah ke profesi lain dan mengubah lahan pertaniannya menjadi lahan non-pertanian. Ketika itu terjadi, maka masa depan pangan kita akan terancam.

Sebagai catatan, hingga saat ini orang Indonesia masih tercatat sebagai salah satu pemakan nasi terbesar di dunia.

Menurut Statista (2017), konsumsi beras kita per kapita adalah 135 kg, lebih tinggi daripada Filipina (115 kg), Thailand (99 kg), dan juga Malaysia (81 kg).

Di sisi lain, meskipun jumlah petani padi Indonesia tercatat sebagai salah satu yang terbesar di dunia, namun produksi beras kita terus-menerus tak pernah bisa memenuhi jumlah permintaan.

Jumlah produksi dan konsumsi beras kita ada di posisi perlombaan yang tak sehat.

Dengan jumlah penduduk 280 juta, dan angka pertumbuhan penduduk sekitar 1,1-1,4 persen per tahun, produksi beras kita sulit untuk bisa mengimbangi.

Impor juga bukan lagi pilihan murah, karena negara-negara Afrika kini telah tumbuh menjadi pengimpor beras, sementara jumlah negara pemasok beras hanya itu-itu saja.

Jadi, jika tak segera melakukan perubahan drastis, kita rawan terhadap krisis pangan.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, HKTI telah memberikan masukan kepada Presiden terpilih mengenai sejumlah isu krusial.

Pertama, adalah soal produktivitas tadi.

Kami setidaknya menyoroti tiga persoalan terkait produktivitas yang perlu dibenahi, yaitu soal lahan, benih dan pupuk.

Kami melihat bahwa agenda reforma agraria harus dilakukan lebih masif dan sistematis, karena angka kepemilikan lahan petani kita sangat kecil.

Kedua, soal subsidi dan pemberian insentif bagi petani.

Tanpa insentif, orang tentu enggan mempertahankan profesi dalam bidang usaha tani. Apa untungnya buat mereka?

HKTI sejak lama telah menyampaikan bahwa petani harus diberi insentif, terutama terkait harga output.

Kami, misalnya, mengusulkan agar HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gabah tiap tahun harus direvisi.

Bayangkan, kemarin selama bertahun-tahun HPP tak pernah direvisi. Itu jelas merugikan petani, karena produk mereka dihargai sangat rendah oleh pemerintah.

Saat ini, sesudah ada Badan Pangan Nasional (Bapanas), penyesuaian HPP mestinya rutin dilakukan, termasuk HPP 2024 yang saat ini tengah digodok. HKTI secara resmi telah mengusulkan HPP gabah kering panen (GKP) naik menjadi Rp6.757. Angka ini berasal dari rumus bahwa HPP harus menjamin 30 persen keuntungan plus 10 persen jaminan risiko dari biaya pokok produksi gabah per kilogramnya. Dari survey kami, keluarlah angka tadi.

Selain ini, masih terkait soal insentif, HKTI juga menilai kebijakan harga dasar dan harga tertinggi untuk gabah perlu diefektifkan.

Kebijakan tersebut harus berlaku untuk semua jenis usaha perberasan, baik swasta maupun BUMN. Harus ada sanksi bagi pelaku usaha yang membeli di bawah harga dasar. Tujuannya adalah untuk melindungi para petani produsen, khususnya pada saat panen, agar harga produk mereka tidak jatuh.

Dan ketiga adalah soal pentingnya pemerintah memprioritaskan petani dan produk pertanian dalam negeri.

Pemerintahan Prabowo-Gibran akan meluncurkan program makan siang gratis untuk anak-anak sekolah.

HKTI berpandangan bahwa program tersebut selain untuk peningkatan gizi bagi anak-anak, juga harus dimaksudkan menyerap produk petani dan pertanian domestik, mulai dari beras, sayur, susu, daging, ikan, dan sejenisnya. Program tersebut harus berjalan beriringan dengan program perbaikan produktivitas pertanian kita.

Kami melihat, program makan siang gratis bisa menjadi “big push” yang akan mendorong gerbong petani, peternak, pekebun dan pelaku usaha kecil kita. Program ini harus menggerakkan ekonomi rakyat, sebagaimana selama ini identik dengan kampanye Pak Prabowo.

Sekali lagi, di hari ulang tahun ke-51 ini HKTI sangat bersyukur, karena mantan ketua umumnya bisa menjadi presiden.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini