Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tari Kecak Bali diciptakan oleh orang Jerman, justru bukan oleh orang Bali Indonesia.
Itulah yang diungkapkan Tetsuya Ohno, Profesor, Fakultas Sosiologi, Universitas Momoyama Gakuin dalam tulisannya dimuat President Online 26 April 2024 lalu.
"Salah satu tempat wisata di Bali, Indonesia adalah tari Kecak. Sekitar 50 pria bertelanjang dada membentuk lingkaran dan melakukan tarian magis sambil menyanyikan "Cha, Cha, Chah".
Ini adalah drama tari berdasarkan epik India kuno Ramayana.
Sebagian besar wisatawan yang mengunjungi daerah tersebut berpikir bahwa itu adalah seni pertunjukan tradisional Bali, dan ini adalah penemuan modern.
Baca juga: Soekarnoyana, Tari Kecak Khusus Bulan Bung Karno, Dibawakan oleh 3 Ribu Penari
Selain itu, itu tidak diciptakan oleh orang Indonesia, tetapi oleh seniman Jerman Walter Spiess (1895 ~ 1942)," ungkap sang Profesor Ohno.
Walter pindah ke Indonesia sekitar tahun 1923 setelah Perang Dunia I dan kemudian menetap di Bali.
Dia terpesona oleh eksotisme orang Eropa, keindahan alam, dan kemanusiaan orang-orang yang dibawa oleh budaya dan agama lokal.
Pada saat itu, Bali tidak memiliki stabilitas ekonomi berdasarkan pariwisata yang dilakukannya saat ini.
Setelah menyaksikan kemiskinan dan penderitaan penduduk setempat, ia mulai memikirkan cara untuk membantu masyarakat setempat.
Suatu hari, saya mendapat pencerahan, penemuan tari Kecak sebagai budaya tradisional.
"Dengan mengubahnya menjadi sumber daya pariwisata, kita dapat membawa stabilitas ekonomi bagi masyarakat setempat," ungkap Walter dituliskan Ohno.
Unsur-unsur seperti musik, cerita, dan tarian ditingkatkan selama bertahun-tahun, dan pada pertengahan 1930-an itu secara luas diakui sebagai daya tarik yang harus dilihat.