Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengomentari soal Partai Gelora menolak masuknya PKS jadi parpol koalisi Prabowo-Gibran.
Menurut Ray hal itu menjadi tantangan Prabowo hadapi kemungkinan konflik internal.
"Ini tantangan bagi Pak Prabowo bagaimana ia menghadapi kemungkinan konflik internal di lingkungan mereka," kata Ray dihubungi Kamis (2/5/2024).
Ray menjelaskan dirinya memahami keberatannya Partai Gelora tersebut. Sebab kalau PKS masuk, kata Ray, Gelora bisa kehilangan dua hal sekaligus.
"Pertama kemungkinan kursi kabinet akan hilang diambil oleh PKS. Kedua peran-perannya bisa diambil oleh PKS," jelasnya.
Bagaimanapun, kata Ray, PKS partai yang memiliki kursi di DPR yang juga mengalami kenaikan suara di Pileg 2024.
"Jadi artinya kalau PKS sampai masuk koalisi Pak Prabowo. Semakin tenggelam Partai Gelora. Akses dia pada kekuasaan semakin sedikit, karena perannya digantikan oleh PKS," ungkapnya.
Hal itu dinilainya akan membuat Gelora tidak dipandang oleh publik.
"Jadi kerugian berlipat-lipat bagi Gelora itu. Pantas jika Gelora keberatan PKS masuk koalisi Prabowo-Gibran," tegasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik menolak PKS yang hendak bergabung ke pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
Mahfuz bicara soal PKS yang selalu memainkan narasi ideologisnya melawan pemerintah, termasuk kepada paslon Prabowo-Gibran.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menyampaikan presiden terpilih RI, Prabowo Subianto tetap terbuka PKS bergabung ke dalam koalisi pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Saras, sapaan akrab Rahayu, menyatakan Prabowo nantinya akan mengedepankan persatuan dalam pemerintahannya mendatang. Termasuk, persatuan di kalangan elite politiknya.
Karena itu, Saras menyampaikan pihaknya kini masih terbuka untuk mengajak pihak manapun bergabung ke dalam Prabowo-Gibran. Termasuk, kemungkinan PKS bergabung ke dalam koalisi.