Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas perkara eks Hakim Agung Gazalba Saleh mengungkap adanya peran ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor, Agoes Ali Masyhuri.
Dalam dakwaan disebutkan Agoes Ali Masyhuri menghubungkan pihak beperkara di Mahkamah Agung (MA), Jawahirul Fuad, dengan Gazalba Saleh lewat seorang pengacara.
Mulanya jaksa KPK membeberkan, perkara itu dimulai dari seorang pengusaha UD Logam Jaya, Jawahirul Fuad, yang divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jombang karena pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Proses hukum kemudian berlanjut sampai kasasi di MA karena Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menguatkan putusan PN Jombang.
Dwi kemudian meminta bantuan Kepala Desa Kedunglosari bernama Mohammad Hani untuk mencari jalur pengurusan perkara di MA. Permintaan ini disetujui Hani.
“Selanjutnya pada 14 Juli 2021, bertempat di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Jalan Kyai Dasuki Nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani bertemu Agoes Ali Masyhuri,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024).
Baca juga: Eks Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp650 Juta Urus Perkara Kasasi Kasus Limbah
Dalam pertemuan tersebut, Jawahirul Fuad menceritakan permasalahan hukum yang dihadapinya kepada Agoes.
Setelah itu, Agoes menghubungi pengacara bernama Ahmad Riyad.
“Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul Fuad,” ujar jaksa.
Berikutnya, Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Hani datang ke kantor firma hukumnya di Wonokromo, Kota Surabaya.
Baca juga: Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Melakukan TPPU Rp 20 Miliar, Kasusnya Segera Disidangkan
Fuad, Hani, dan Riyad pun bertemu di Wonokromo. Pengacara itu kemudian mengecek perkara Fuad di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan menemukan data kasus itu ditangani tiga hakim agung.
Mereka adalah, Desnayeti, Gazalba Saleh, dan Yohanes Priyatna.
Mengetahui Gazalba menjadi hakim yang menangani perkara ini, Riyad pun setuju menghubungkan Fuad dengan Gazalba.
“Dengan menyediakan uang sejumlah Rp500 juta, untuk diberikan kepada terdakwa [Gazalba Saleh], setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa,” tutur jaksa.
Ahmad Riyad kemudian menyerahkan uang 18.000 dolar Singapura yang merupakan bagian dari Rp500 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda Surabaya pada September 2022.
Kemudian, masih pada September 2022, Ahmad Riyad kembali menerima Rp150 juta dari Fuad.
Atas penerimaan itu, jaksa KPK mendakwa Gazalba menerima uang dari Fuad senilai Rp650 juta dengan rincian 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) Singapura untuk Gazalba dan Rp450 juta untuk Riyad.
Karena penerimaan itu tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari, maka Gazalba diduga menerima gratifikasi.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp650 juta, harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung,” ucap jaksa.
Jaksa pun mendakwa Gazalba melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.