TRIBUNNEWS.COM - Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto mendakwa Eks Hakim Agung Gazalba Saleh telah menerima gratifikasi dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar Rp 62,8 miliar.
Hal tersebut diungkapkan dalam dakwaan kedua Jaksa yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Senin (6/5/2024).
Menurut Jaksa Wahyu, dari uang sebesar Rp 62,8 miliar tersebut, Rp 37 miliar di antaranya adalah hasil atas penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) Jaffar Abdul Gaffar.
“Menerima uang yang keseluruhannya Rp 37.000.000.000 dari Jaffar Abdul Gaffar,” kata Jaksa Wahyu dilansir Kompas.com, Senin (6/5/2024).
Uang Rp 37 miliar tersebut ternyata tak dinikmati sendiri oleh Gazalba Saleh, tapi juga bersama pengacara bernama Neshawaty Arsjad.
Diketahui Neshawaty Arsjad ini masih anggota keluarga dari Gazalba Saleh.
Neshawaty Arsjad pun berperan mendampingi Jaffar Abdul Gaffar sebagai pengacara dalam proses hukum Jaffar di Mahkamah Agung (MA).
Selanjutnya, Jaksa Wahyu juga menyebut bahwa Gazalba Saleh telah menerima jatah gratifikasi sebesar 18.000 dollar Singapura atau senilai Rp 200 juta.
Jatah gratifikasi tersebut diterima Gazalba Saleh sejak tahun 2020 hingga 2022.
Uang senilai Rp 200 juta itu berasal dari seorang pengusaha di Jawa Timur yang sebelumnya mengurus kasasi pidana di MA, Jawahirul Fuad.
Tak cukup sampai disitu, Jaksa KPK tersebut juga mengungkap temuan bahwa Gazalba Saleh telah menerima dana sebesar 1.128.000 dollar Singapura atau Rp 13.367.612.160 (Rp 13,3 miliar); 181.100 dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 2.901.647.585, dan Rp 9.429.600.000.
Baca juga: Terungkap di Sidang: Hanya Butuh Rp650 Juta untuk Dapat Vonis Bebas dari Hakim MA Gazalba Saleh
Jika dijumlahkan, maka total uang yang diterima Gazalba Saleh mencapai Rp 62,8 miliar.
Jaksa Wahyu mengungkap, Gazalba Saleh diduga menyamarkan dan menyembunyikan asal usul uang itu dengan cara membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang asing.
Kemudian Gazalba Saleh juga diduga membeli mobil merek Toyota Alphard, emas Antam, properti bernilai miliaran rupiah dengan uang gratifikasi dan hasil TPPU yang diterimanya tersebut.
Akibat perbuatannya Gazalba Saleh dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Peran Ayah Bupati Sidoarjo
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas perkara eks Hakim Agung Gazalba Saleh mengungkap adanya peran ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor, Agoes Ali Masyhuri.
Dalam dakwaan disebutkan Agoes Ali Masyhuri menghubungkan pihak beperkara di Mahkamah Agung (MA), Jawahirul Fuad, dengan Gazalba Saleh lewat seorang pengacara.
Mulanya jaksa KPK membeberkan, perkara itu dimulai dari seorang pengusaha UD Logam Jaya, Jawahirul Fuad, yang divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jombang karena pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Proses hukum kemudian berlanjut sampai kasasi di MA karena Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menguatkan putusan PN Jombang.
Baca juga: PN Jakpus Sidangkan Kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang Eks Hakim Agung Gazalba Saleh 6 Mei 2024
Dwi kemudian meminta bantuan Kepala Desa Kedunglosari bernama Mohammad Hani untuk mencari jalur pengurusan perkara di MA. Permintaan ini disetujui Hani.
“Selanjutnya pada 14 Juli 2021, bertempat di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Jalan Kyai Dasuki Nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani bertemu Agoes Ali Masyhuri,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Jawahirul Fuad menceritakan permasalahan hukum yang dihadapinya kepada Agoes.
Setelah itu, Agoes menghubungi pengacara bernama Ahmad Riyad.
“Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul Fuad,” ujar jaksa.
Baca juga: KPK Bakal Buktikan Penerimaan Gratifikasi dan TPPU Rp 9 Miliar Hakim Agung Gazalba Saleh
Berikutnya, Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Hani datang ke kantor firma hukumnya di Wonokromo, Kota Surabaya.
Fuad, Hani, dan Riyad pun bertemu di Wonokromo. Pengacara itu kemudian mengecek perkara Fuad di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan menemukan data kasus itu ditangani tiga hakim agung.
Mereka adalah, Desnayeti, Gazalba Saleh, dan Yohanes Priyatna.
Mengetahui Gazalba menjadi hakim yang menangani perkara ini, Riyad pun setuju menghubungkan Fuad dengan Gazalba.
“Dengan menyediakan uang sejumlah Rp500 juta, untuk diberikan kepada terdakwa [Gazalba Saleh], setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa,” tutur jaksa.
Baca juga: Dosa Gazalba Saleh Versi Jaksa: Lunasi KPR Teman hingga Beli Mobil Alphard atas Nama sang Kakak
Ahmad Riyad kemudian menyerahkan uang 18.000 dolar Singapura yang merupakan bagian dari Rp500 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda Surabaya pada September 2022.
Kemudian, masih pada September 2022, Ahmad Riyad kembali menerima Rp150 juta dari Fuad.
Atas penerimaan itu, jaksa KPK mendakwa Gazalba menerima uang dari Fuad senilai Rp650 juta dengan rincian 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) Singapura untuk Gazalba dan Rp450 juta untuk Riyad.
Karena penerimaan itu tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari, maka Gazalba diduga menerima gratifikasi.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp650 juta, harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung,” ucap jaksa.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)