TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa KPK mengungkap 'tarif' vonis bebas yang diketok Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh, terkait pengurusan perkara tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 18.000 sekitar Rp 200.000.000 untuk mengurus vonis bebas.
Hal itu diungkapkan jaksa KPK saat membacakan dakwaan terkait penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Gazalba Saleh ketika penanganan perkara tingkat kasasi Jawahirul Fuad.
Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024).
Dalam dakwaannya jaksa membeberkan bagaimana Jawahirul Fuad meminta divonis bebas dalam perkara pengelolaan limbah B3 tanpa izin yang telah divonis bersalah dengan hukuman 1 tahun penjara.
Dia adalah pemilik usaha UD Logam Jaya.
Gazalba adalah hakim yang menangani perkaranya dan memovinis bebas Jawahirul.
Duduk Perkara
Putusan hukumnan untuk Jawahirul dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PTSBY tanggal 10 Juni 2021.
Atas putusan tersebut, pada awal Juli 2021 Jawahirul menghubungi Mohammad Hani selaku Kepala Desa Kedunglosari untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat kasasi MA.
Mohammad Hani menyetujuinya.
Pada 14 Juli 2021, bertempat di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Jalan Kyai Dasuki Nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawahirul dan Mohammad Hani bertemu dengan Agoes Ali Masyhuri yang notabene merupakan ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor.
Dalam pertemuan tersebut Jawahirul menyampaikan saat itu ia sedang mengalami permasalahan hukum.
Mendengar itu, Agoes Ali lantas menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul.
Ahmad Riyad kemudian meminta Jawahirul dan Mohammad Hani untuk datang ke kantornya.
Singkat cerita, Ahmad Riyad mengecek pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) terkait perkara Jawahirul dengan susunan majelis hakim kasasi yaitu Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh.
Setelah mengetahui Gazalba ada di komposisi hakim tersebut, Ahmad Riyad menyetujui menghubungkan Jawahirul dengan Gazalba.
Singkat cerita, Ahmad Riyad bertemu dengan Gazalba selaku majelis hakim dalam perkara kasasi Jawahirul tersebut.
Gazalba setuju memutus bebas Jawahirul dengan tarif yang diterima bersama Ahmad Riyad sebesar Rp650 juta.
"Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, Terdakwa menerima sejumlah uang dari Jawahirul Fuad selaku pihak yang memiliki kepentingan terhadap jabatan Terdakwa selaku Hakim Agung RI, yang seluruhnya berjumlah Rp650.000.000 terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022," kata Jaksa KPK dalam persidangan.
Dari tarif Rp650 juta itu, Gazalba menerima bagian sebesar SGD 18.000 atau sekitar Rp200.000.000 atau kurs saat ini senilai Rp213.321.600.
Sementara Ahmad Riyad menerima bagian senilai Rp 450 juta.
Putusan bebas perkara kasasi Jawahirul itu kemudian dibacakan pada 6 September 2022.
Gazalba disebut meminta Prasetio Nugroho selaku Asisten Hakim Agung untuk membuat resume perkara Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan putusan 'Kabul Terdakwa'.
Jaksa KPK mengatakan resume itu dibuat Prasetio meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan Gazalba.
Atas resume yang dibuat oleh Prasetio tersebut, Gazalba menggunakannya sebagai dasar dalam membuat lembar pendapat hakim (advise blaad).
"Pada tanggal 6 September 2022, bertempat di Kantor Mahkamah Agung RI, JI Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat dilaksanakan musyawarah pengucapan putusan perkara Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II Jawahirul Fuad yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti," kata jaksa KPK.
Dalam pembacaan dakwaannya itu jaksa juga mendakwa Gazalba Saleh telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TTPU) bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani sejak 2020 sampai dengan 2022.
Gazalba didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan telah mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk uang yang diduga bersumber dari hasil korupsi.
Edy Ilham Shooleh merupakan kakak kandung Gazalba yang namanya dipakai untuk membeli mobil Toyota Alphard.
Sedangkan Fify Mulyani merupakan teman dekat Gazalba yang namanya digunakan untuk membeli rumah di Sedayu City At Kelapa Gading.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," ucap jaksa KPK.
Jaksa menyebut Gazalba menerima sebesar Rp37 miliar dari Jaffar Abdul terkait pengurusan perkara Peninjauan Kembali (PK).
Uang itu diterima Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad. Gazalba juga disebut menerima gratifikasi dari 2020 sampai 2022 sebesar SGD 18.000 sebagaimana dakwaan pertama, dan penerimaan lain SGD 1.128.000. Kemudian, USD 181.000, serta Rp9.429.600.000.
Jaksa juga menyebut Gazalba membelanjakan, membayarkan dengan tujuan menyembunyikan asal usul harta kekayaannya.
Gazalba Saleh disebut telah membeli satu unit Toyota New Alphard, satu bidang tanah dan bangunan di Jagakarsa, Jakarta Selatan, satu bidang tanah dan bangunan di Tanjungrasa Kabupaten Bogor, satu bidang tanah dan bangunan di Citra Grand Cibubur Cluster Terrace Garden.
Kemudian membayarkan pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City Kelapa Gading Cluster Eropa Abbey Road 3 sejumlah Rp 2,9 miliar.
Selain itu, menukarkan mata uang asing SGD 139.000 dan USD 171.100 menjadi mata uang rupiah sejumlah Rp 3.963.779.000.
Sehingga, total penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh seluruhnya sebesar Rp62,9 miliar.
"Merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," kata jaksa.
Perbuatan Gazalba tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.(tribun network/ham/dod)