TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terus mendorong konsep wisata halal mengingat wisata halal di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Namun, kendalanya masih banyak masyarakat dan para stakeholder pariwisata salah memahami konsep tersebut.
Masih banyak yang mengira wisata halal adalah wisata religi atau wisata muslim.
"Banyak pemikiran yang rancu, wisata halal dianggap sebagai wisata religi atau wisata muslim. Mispersepsi inilah yang menimbulkan ketakutan bagi para pelaku industri wisata," kata Masruroh, Staf Ahli Menparekraf Bidang Pengembangan Usaha di sela-sela acara Festival Syawal LPPOM MUI yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (8/5/2024).
Padahal kata Masruroh, jika para pelaku industri pariwisata menerapkan wisata halal dengan benar, maka akan memunculkan nilai tambah tersendiri.
Baca juga: Alhamdulillah! Masjid Istiqlal Masuk Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia
Ia kemudian menjelaskan bahwa wisata halal bukanlah islamisasi destinasi wisata.
Wisata halal pada dasarnya menekankan bagaimana para pelaku usaha wisata bisa memberikan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh umat Islam.
Dalam konsep wisata halal, kata dia, di sebuah destinasi juga tidak harus dilayani oleh umat Islam semuanya.
Wisata halal kata Masruroh adalah destinasi wisata yang ramah bagi wisatawan muslim.
Ramah dalam artian para wisatawan muslim bisa dengan mudah mengakses tempat untuk beribadah.
"Hotel tidak harus menyediakan masjid yang megah, tetapi bisa musala. Yang penting bersih dan nyaman untuk ibadah salat," katanya.
Selain tempat beribadah yang bersih dan nyaman, para wisatawan muslim juga bisa dengan mudah mencari kuliner atau restoran yang menyajikan makanan halal.
Baca juga: Wisata Halal ke Masjidil Aqso Dihentikan, Jemaah Pilih Tujuan ke Turki
"Intinya ada extended services atau pelayanan kebutuhan dasar untuk wisatawan Muslim ketika mereka berwisata. Makanan dan minuman halalnya harus disediaka, tempat beribadah, dan lain sebagainya," kata dia.
Wisata halal kata dia juga tidak melarang para pelaku usaha menyediakan menu-menu non halal, jika memang pasarnya ada.
"Tapi mohon dicantumkan, dikasih tahu bahwa itu adalah non-halal, sehingga wisatawan yang beragama Islam tidak bertanya-tanya atau bahkan terkecoh," katanya.
Apalagi kata dia, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga jumlah wisatawan domestiknya juga mayoritas Islam.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit LPPOM MUI, Muslich mengatakan urusan sertifikasi halal kini terus berkembang.
Tidak hanya pada produk saja, tetapi juga untuk layanan jasa.
Baca juga: Bicara di Rakernas Apkasi, Wapres Dukung Pengembangan Wisata Halal di Daerah
Muslich mengatakan dengan adanya sertifikat halal maka akan meningkatkan nilai dari sebuah produk maupun jasa.
"Sertifikat halal di Indonesia itu wajib. Sudah jadi regulasi pemerintah," ujarnya.
Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati mengatakan pihaknya terus berupaya mendorong Indonesia menjadi pusat halal dunia.
Muti yakin hal itu bisa dicapai karena LPPOM ada di seluruh provinsi dengan jumlah auditor yang cukup.
"Sehingga kalau untuk membantu mendorong, membantu kami sangat siap. Dengan berbagai sisi kami," ujarnya.