TRIBUNNEWS.COM - Wacana Presiden Terpilih 2024, Prabowo Subianto membentuk 40 kementerian tuai beragam reaksi.
Sejumlah partai hingga mantan pesaingnya di Pilpres 2024 tak luput memberikan komentar.
Mantan calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo lantang melayangkan kritik atas rencana Prabowo menambah kementerian hingga berjumlah 40.
Padahal pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hanya terdiri atas 4 kementerian koordinator dan 30 kementerian bidang.
Ganjar menilai, keinginan Prabowo menambah jumlah kementerian bukanlah langkah yang tepat.
Terlebih, penambahan jumlah kementerian itu diduga karena politik akomodasi untuk kelompok-kelompok yang sudah mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu.
"Setahu saya. Undang-undang itu sudah membatasi jumlahnya, maka kalau lebih dari itu tidak cocok dan tidak sesuai dengan undang-undang," ujar Ganjar, Selasa (7/5/2024) lalu.
Tak hanya Ganjar, pasangannya di Pilpres 2024, Mahfud MD turut melayangkan kritikan.
Mahfud MD menyebut, perubahan jumlah kementerian merupakan imbas banyaknya janji yang dilakukan selama Pemilu.
"Menteri, dulu kan 26, jadi 34, ditambah lagi. Besok Pemilu yang akan datang tambah lagi jadi 60, Pemilu lagi tambah lagi karena kolusinya semakin meluas, rusak nih negara," kata Mahfud dalam seminar nasional di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Rabu (8/5/2024).
Eks Menkopolhukam itu lantas menyinggung Amerika Serikat (AS) yang hanya memiliki 14 kementerian.
Baca juga: Bantah Presidential Club Sama dengan Wantimpres-DPA, Jubir Prabowo: Tak Dilembagakan, Wadah Diskusi
Menurut Mahfud, pada 2019 dirinya bersama sejumlah pakar hukum tata negara sempat merekomendasikan agar jumlah menteri dikurangi.
Ia berpendapat, ruang korupsi akan semakin besar apabila jumlah kementerian terus diperbanyak.
"Semangatnya bukan terus bagi-bagi kekuasaan itu, semangatnya membatasi jumlah-jumlah pejabat setingkat menteri karena semakin banyak itu (menteri) semakin (besar) sumber korupsi. Itu semua anggaran," ucap Mahfud.
JK Turut Beri Kritik
Senada dengan Ganjar dan Mahfud, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), turut memberi kritik atas wacana Prabowo menambah jumlah kementerian.
JK menilai rencana tersebut tidak menunjukkan kabinet kerja, melainkan kabinet politis.
"Ada juga (mengakomodasi partai pendukung). Tapi itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, tapi kabinet yang lebih politis," ungkap JK, dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/5/2024).
"Ya tentu lah kalau hanya dimaksud hanya mengakomodir politis kan."
Menurut JK, jika Prabowo menambah jumlah kementerian, maka diperlukan perubahan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Selain itu, JK berpendapat orang-orang yang mengisi posisi menteri di kabinet Prabowo-Gibran harus berasal dari kalangan profesional.
"Iya memang dulu dibagi dulu, ini kabinet kerja dibagi profesional dan yang biasa diisi oleh politisi, tapi politisi juga harus profesional sesuai bidangnya," imbuh JK.
Ia menilai, 34 kementerian saat ini sudah ideal, sehingga tidak perlu ditambah lagi.
"Jadi tergantung kebutuhan lah, pemerintah itu, jadi jangan liat kementeriannya dulu, programnya apa. Kalau organisasinya membutuhkan 40 ya silakan, tapi kalau cukup 35-34 cukup, bisa digabung sebenarnya," terang JK.
Baca juga: Wacana 40 Kementerian, Pengamat: Tidak Perlu, Prabowo Masih Butuh Simpati Publik
PDIP: Musim Buru Jabatan, PHP Biasanya Bertebaran
Di sisi lain, PDIP turut memberikan sentilan terkait rencana penambahan kementerian.
Politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mengingatkan mengenai peraturan perundang-undangan jika ingin menambah nomenklatur kementerian.
"Jika jumlahnya akan diperbanyak, UU ini harus direvisi, kecuali jika yang diakomodasi jumlah wakil menterinya," kata Hendrawan, Selasa (7/5/2024).
Ia mengingatkan, bahwa masa transisi pemerintahan lazimnya menjadi musim perburuan jabatan.
Karena itu, Hendrawan menyebut akan banyak bermunculan pemberi harapan palsu atau PHP.
"Musim perburuan jabatan seperti ini, virus PHP biasanya bertebaran," ungkap Hendrawan.
"Tapi jangan berspekulasi dulu. Soalnya presiden juga ingin birokrasi lebih efisien, beban keuangan negara tidak berlebihan dan soliditas kabinet terjaga," tegasnya.
Pengamat: Prabowo Ingin Bagi-bagi Kue Kekuasaan
Kritik juga dilayangkan Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti.
Ray menilai, rencana penambahan jumlah kementerian menjadi bentuk keinginan Prabowo bagi-bagi kue kekuasaan kepada para pendukungnya.
"Akhirnya terbuka juga, Prabowo pada akhirnya ingin membagi kue-kue kekuasaan kepada banyak pihak," kata Ray, Selasa (7/5/2024).
Ray menilai, wacana itu digaungkan karena Prabowo tidak percaya diri mengelola pemerintah yang akan datang seperti pemerintahan saat ini.
"Dengan begitu setiap orang akan mendapatkan jatahnya masing-masing," jelasnya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Fersianus Waku/Rahmat Fajar Nugraha/Theresia Fellisiani)