Dalam pertemuan tersebut, Jawahirul Fuad menceritakan permasalahan hukum yang dihadapinya kepada Agoes. Setelah itu, Agoes menghubungi pengacara bernama Ahmad Riyad.
"Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul Fuad," ujar jaksa.
Berikutnya, Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Hani datang ke kantor firma hukumnya di Wonokromo, Kota Surabaya.
Fuad, Hani, dan Riyad pun bertemu di Wonokromo.
Pengacara itu kemudian mengecek perkara Fuad di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan menemukan data kasus itu ditangani tiga hakim agung.
Mereka adalah, Desnayeti, Gazalba Saleh, dan Yohanes Priyatna.
Mengetahui Gazalba menjadi hakim yang menangani perkara ini, Riyad pun setuju menghubungkan Fuad dengan Gazalba.
"Dengan menyediakan uang sejumlah Rp 500 juta, untuk diberikan kepada terdakwa (Gazalba Saleh), setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa," tutur jaksa.
Ahmad Riyad kemudian menyerahkan uang 18.000 dolar Singapura yang merupakan bagian dari Rp500 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda Surabaya pada September 2022.
Kemudian, masih pada September 2022, Ahmad Riyad kembali menerima Rp 150 juta dari Fuad.
Atas penerimaan itu, jaksa KPK mendakwa Gazalba menerima uang dari Fuad senilai Rp 650 juta dengan rincian 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) Singapura untuk Gazalba dan Rp 450 juta untuk Riyad.
Karena penerimaan itu tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari, maka Gazalba diduga menerima gratifikasi.
"Perbuatan terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650 juta, harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung," ucap jaksa.
Jaksa pun mendakwa Gazalba melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.