Senator Filep mengutarakan pembentukan UU ini diharapkan dapat berdampak terhadap Pendapatan Daerah.
Pasalnya, sistem sentralistik kebijakan fiskal cenderung mengabaikan hak-hak daerah otonomi, sehinggga RUU ini harus mencerminkan keberpihakan terhadap daerah.
“RUU Pengelolaan Ruang Udara bisa menjadi peluang bagi daerah-daerah kita untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan ruang udara daerahnya. Pengelolaan yang efektif dapat membuka peluang baru dalam hal pengembangan ekonomi, infrastruktur, dan pariwisata. Misalnya, pengaturan jalur penerbangan yang optimal dapat memudahkan konektivitas antarwilayah di daerah, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, dan memperluas akses ke layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan,” katanya.
Namun, di sisi lain, Pace Jas Merah itu menyebutkan pula terdapat potensi dampak negatif yang perlu dimitigasi. Salah satunya adalah risiko terhadap lingkungan dan keberlanjutan ekologis.
Menurutnya, pengelolaan ruang udara yang tidak berhati-hati bisa berdampak buruk pada ekosistem alam dan kehidupan masyarakat yang mayoritas sangat bergantung pada lingkungan.
“Perlu diingat bahwa sumber daya alam dan keanekaragaman hayati sangat penting dilindungi. Jadi pemanfaatan ruang udara harus diatur secara bijaksana untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam ini,” ujarnya.
Selain dampak ekonomi dan lingkungan, Filep menilai, RUU Pengelolaan Ruang Udara juga dapat berdampak pada aspek sosial dan politik di daerah-daerah.
Menurutnya, pengelolaan ruang udara yang tidak memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal dapat menimbulkan konflik sosial dan ketidakpuasan politik. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan secara aktif pihak-pihak terkait, termasuk masyarakat lokal, dalam proses perencanaan dan implementasi RUU Pengelolaan Ruang Udara ini.
“Secara keseluruhan, RUU Pengelolaan Ruang Udara memiliki potensi untuk memberikan manfaat besar bagi daerah-daerah, namun bisa jadi juga menimbulkan risiko yang perlu diwaspadai. Implementasi yang bijaksana, transparan, dan melibatkan semua stakeholder dan masyarakat lokal akan menjadi kunci keberhasilannya dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di daerah,” sebutnya.
“Perlindungan terhadap lingkungan harus menjadi prioritas, dengan memastikan bahwa pengelolaan ruang udara tidak merusak ekosistem alam dan keanekaragaman hayati yang ada. Hal yang menjadi utama, RUU tersebut juga harus memberikan jaminan atas hak-hak masyarakat lokal untuk mengakses dan memanfaatkan ruang udara sesuai dengan tradisi dan kearifan lokal sehingga dapat mewujudkan keadilan sosial dan perlindungan lingkungan yang baik bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap Filep.
Ia pun mengingatkan agar regulasi ini harus mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan lokal, serta memastikan partisipasi aktif dari masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya dalam proses perumusannya.
Tujuannya adalah untuk menciptakan kerangka kerja yang seimbang dan adil yang tidak hanya melindungi kedaulatan negara tetapi juga menghormati hak-hak dan kepentingan masyarakat lokal.
Dengan demikian, RUU Pengelolaan Ruang Udara diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan di seluruh Indonesia.