Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) berdalih bahwa perjalanannya ke Brazil yang menelan uang negara hingga ratusan juta rupiah karena perintah Presiden Joko Widodo.
SYL mengaku berangkat ke Brazil demi menyelesaikan permasalahan pertanian di Indonesia.
Permasalahan itu seperti harga bahan pangan yang naik.
"Perjalanan ke Brazil ini kan jauh banget, 34 jam. Kalian tahu enggak, isinya apa. Yang perintah saya kan negara, Presiden. Dan itu hasil keputusan Ratas," ujar SYL dalam sidang kasus korupsinya, Rabu (8/5/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca juga: 4 Fakta Sidang Penyalahgunaan Dana oleh SYL saat Jadi Mentan: Gaji ART Hingga Sewa Jet Pribadi
"Di sana itu ada persoalan dalam negeri yang lagi tidak baik-baik, antara lain harga tempe tahu lagi naik," kata SYL lagi.
Kemudian SYL juga menyinggung permasalahan harga pupuk yang saat itu sedang melonjak.
Karena masalah itu, dia mesti berangkat ke Venezuela.
"Saya harus berhadapan dengan pertemuan Rusia dan Ukraina di sana yang harus keluar dari Ukraina dan berada di apa namanya negaranya itu, Venezuela, hanya untuk membicarakan masalah pupuk," katanya.
SYL pun mengungkit-ungkit soal anggaran Kementan yang dipangkas cukup besar, hingga Rp 10 triliun.
"Sementara anggaran kita turun pak, dari 24 triliun menjadi 14 triliun," katanya.
Sebelumnya, anak buah SYL yang bersaksi di persidangan mengungkap bahwa fasilitas perjalanan SYL ke Brazil pada Mei 2022 mencapai Rp 600 juta.
Fasilitas itu dibebankan kepada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan.
Baca juga: Terungkap di Sidang, Eks Menteri SYL Minta Disewakan Pesawat Rp 1,5 Miliar, Kementan Kena Audit BPK
"Ke Brazil, saya lupa bulannya, itu sekitar kurang lebih 600-an juta," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Hermanto saat bersaksi di persidangan.
"Di BAP saksi menyebut bulannya Mei 2022," kata jaksa penuntut umum KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Hermanto di persidangan.
"Mei ya, 2022," kata Hermanto.
Padahal, permintaan fasilitas Rp 600 juta itu menurut Hermanto bukan bagian dari anggaran Ditjen PSP Kementan.
"Pada saat itu di DIPA-nya tiadak ada?" tanya jaksa.
"Tidak ada," jawab Hermanto.
Adapun dalam perkara ini, SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.