Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdagangan karbon saat ini menjadi satu di antara primadona dunia di sektor keuangan dan lingkungan hidup sejak deklarasi Paris Agreement 2015.
Di mana pengurangan gas rumah kaca (GRK) merupakan sebuah kesepakatan bersama bangsa bangsa di bumi ini untuk menjaga kelangsungan hidup kita semua.
Pada suatu Rapat Terbatas Kabinet, Menteri LHK melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kepentingan pemerintah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) atau Carbon Pricing dengan sebuah kebijakan resmi.
Baca juga: Respons Isu Perdagangan Karbon, Senator Filep Ungkap Urgensi Kepastian Regulasi Bagi Daerah
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, strategi pemerintah dalam pengaturan NEK ini akan mendukung upaya penanggulangan perubahan iklim yang sedang dilakukan Indonesia bersama masyarakat dunia.
“Untuk itu tata kelola karbon harus benar-benar diatur oleh pemerintah secara baik demi kepentingan bangsa ini. Pemahaman publik atas perdagangan karbon memang masih terbatas karena memang tidak mudah dipahami oleh awam,” kata Agus dalam keterangannya, Sabtu (11/5/2024).
Agus menjelaskan, perdagangan karbon adalah aktivitas jual beli sertifikat kredit karbon, di mana yang menjadi komoditas perdagangan bukanlah karbon atau gas polutannya melainkan usaha untuk mengendalikan atau mengurangi emisi karbon.
Menurutnya ketidakpahaman publik ini harus segera ditangani melalui program literasi karbon yang terstruktur dan berkelanjutan dari pemerintah.
Hal ini supaya isu persoalan perdagangan karbon ini dapat dipahami oleh masyarakat, diatur dengan baik oleh pemerintah demi kemakmuran bangsa Indonesia dan ditaati oleh swastas/industri.
Terkait dengan sumber daya alam yang secara konstitusi perdagangannya harus diatur oleh pemerintah demi kepentingan bangsa, bukan diatur secara serampangan oleh pihak-pihak swasta yang hanya melihat kepentingan bisnisnya saja dan membentuk oligarki oligarki baru.
"Sudah banyak sumber daya alam Indonesia yang kurang dapat dinikmati secara optimal oleh bangsa ini, seperti kayu, mineral, minyak dan gas bumi. Untuk itu urusan NEK (Nilai Ekonomi Karbon) memang harus benar benar ditangani dengan tata kelola yang baik demi kemakmuran bangsa Indonesia,” kata Agus.
Lebih jauh dikemukakan Agus Pambagio, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26 persen pada tahun 2020 dan 29 persen pada 2030.
Kemudian ditingkatkan seusai ratifikasi Indonesia atas perjanjian Paris/Paris Agreement tahun 2015 menjadi 29 persen pada tahun 2030 dan 41 persen dengan dukungan kerjasama internasional, termasuk dengan skema REDD+ (Reduction Emission Deforestation and Degradation).
Komitmen tersebut telah dicatatkan sebagai National Determination Contribution (NDC) Indonesia kepada dunia.