Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Isma Yatun bungkam saat ditanya mengenai auditor BPK yang meminta Rp12 miliar ke Kementerian Pertanian (Kementan).
Usai menghadiri acara pengucapan sumpah Wakil Ketua MA non-Yudisial dan tujuh orang anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2024-2029 di Istana Negara, Jakarta, Rabu, (15/5/2024), Isma Yatun tak bergeming saat dicecar awak media perihal kasus tersebut.
Keluar dari Istana Negara, Isma Yatun terus berjalan menuju mobilnya sambil menempelkan kedua telapak tangannya.
"Nanti saja ya, terimakasih banyak," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kementan disebut-sebut mengguyur Rp5 miliar untuk auditor BPK demi mendapat predikat WTP.
Hal itu merupakan fakta yang terungkap di persidangan kasus korupsi eks Mentan SYL, Rabu, 8 Mei 2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca juga: KPK Buka Peluang Panggil Auditor BPK yang Minta Rp 12 Miliar Demi Predikat WTP Kementan
Saksi Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto, menerangkan bahwa pada awalnya auditor BPK meminta Rp12 miliar.
"Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar menjadi WTP?" tanya jaksa penuntut umum di persidangan.
"Ada. Waktu itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan. Rp12 miliar oleh Pak Victor [Auditor BPK tadi]," jawab Hermanto.
Usut punya usut, rupanya opini WTP oleh BPK ini terganjal proyek strategis nasional Food Estate.
Berdasarkan keterangan Hermanto, terdapat beberapa temuan BPK terkait proyek tersebut, khsusunya dari sisi administrasi.
"Contoh satu temuan food estate, itu temuan kurang kelengkapan dokumen, administrasinya. Istilah di BPK itu bayar di muka dan itu belum menjadi TGR. Jadi itu ada kesempatan kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan" kata Hermanto.
Baca juga: BREAKING NEWS Kejagung Tetapkan Eks Kakanwil Bea Cukai Riau Jadi Tersangka Kasus Korupsi Gula Impor
Namun Kementan tak menyanggupi Rp12 miliar, tetapi hanya Rp5 miliar. Uang Rp5 miliar itu dipastikan diterima pihak BPK.