TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencabut Peraturan Teknis (Pertek) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik untuk kepentingan para pelaku usaha atau perdagangan elektronik.
Pasalnya, dikatakan Darmadi dengan adanya ketentuan Pertek tersebut kegiatan atau aktivitas perdagangan di sektor elektronik khususnya sangat terganggu.
"Yang kena imbas pertek ini khususnya para pelaku usaha elektronik. Saat ini mereka kesulitan mendatangkan komponen untuk Air Conditioner karena terganjal pertek itu tadi, padahal permintaan di dalam negeri cukup tinggi di tengah panasnya cuaca saat ini. Jadi buat apa ada pertek kalau semangatnya justru menghambat kegiatan perdagangan itu sendiri, menghambat supply and demand. Kami minta agar pertek dalam Permenperin dihentikan saja atau dicabut karena kontraproduktif," kata Darmadi kepada wartawan, Jumat (16/5/2024).
Tak hanya kontraproduktif, kata Bendahara Megawati Institute itu ketentuan pertek dalam Permenperin 6/24 juga semangatnya bertolakbelakang dengan Undang-undang perdagangan.
"Cenderung proteksionis aturan itu dan sangat berlebihan. Yang jelas aturan itu menghalangi perdagangan dan tidak sesuai dengan UU perindustrian dan perdagangan. Pertek tersebut justru kami lihat bertolakbelakang dengan spirit UU no 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian dan UU no 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan," tegasnya.
Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Soroti Permendag dan Permenperin soal Pembatasan Impor Barang Elektronik
Padahal, dikatakannya, sebagaimana tertuang dalam pasal 3 huruf D UU 3/14 itu sendiri menekankan soal bagaimana kegiatan perindustrian mesti diselenggarakan dengan menitikberatkan pada upaya mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat.
"Pada prakteknya pasar sebagai relasi sosial akhirnya menjadi relasi dan kontestasi kuasa. Pasar jadi rusak imbas kuasa yang cenderung tanpa kontrol dan semau-mau," ujarnya.
Kondisi ini, menurutnya, perlu diatensi secara serius oleh presiden Jokowi mengingat fakta dilapangan bahwa semangat pemerintah dalam menggenjot pendapatan negara melalui sektor perdagangan justru dihambat oleh para pembantunya sendiri.
"Presiden Jokowi harus turun tangan untuk menghentikan upaya-upaya yang menghalangi perdagangan yang telah mengakibatkan kerugian buat masyarakat kafena telah terjadi kenaikan harga," ucapnya.
Masih kata Darmadi, Permenperin 6/24 menghambat akses barang dan/atau jasa produk perdagangan dunia.
"Efek seriusnya yaitu merugikan rakyat Indonesia karena supply jauh berkurang sehingga terjadinya kenaikan harga. Yang ujungnya mengakibatkan terjadinya kenaikan harga," katanya.
Jika mengacu pada fakta dilapangan, Darmadi menilai, sektor industri di tanah air justru perkembangannya tidak menunjukkan tren positif secara signifikan.
"Yang terjadi malah de-industrialisasi di mana terjadi penurunan sumbangsih perindustrian. Hal ini sebenarnya berbahaya karena akan berefek pada kenaikan angka pengangguran dan juga bisa menaikkan tingkat kemisikinan," imbuhnya.
Darmadi pun berpesan agar jajaran Kemenperin dibekali atau berangkat dengan spirit menaikkan taraf ekonomi bangsa dan negaranya bukan menghambatnya.
"Sebagaimana pesan Bung Karno agar bangsa ini mampu berdikari dalam berbagai aspek termasuk kemandirian dalam hal ekonomi. Jangan malah sebaliknya menjegal dan menghambat anak-anak bangsa yang justru mau berkontribusi terhadap perekonomian ini," ujarnya.