Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karen Agustiawan mengungkap awal mula dirinya melakukan pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) pada saat masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero.
Hal itu ia ungkapkan ketika menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan LNG di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/5/2024).
Di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Majelis Hakim, Karen mengatakan bahwa pengadaan LNG itu bertujuan untuk menggantikan bahan bakar minyak dengan sumber energi lainnya termasuk gas.
Dijelaskan Karen bahwa rencana pembelian LNG itu juga telah berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 2006 nomor 5.
"Dimana sudah disampaikan bahwa gas di tahun 2025 itu diharapkan sudah bisa digunakan 30 persen," kata Karen.
Lebih lanjut dijelaskan Karen, bahwa LNG itu juga pada awalnya ditargetkan untuk kepentingan bisnis yakni pengadaan untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Hal itu juga menurut dia telah berdasarkan Head Of Aggrement (HO) atau persetujuan kerjasama dengan PLN pada tahun 2011 sampai tahun 2012.
Namun dalam perjalannnya, ia mengungkap pada akhirnya tidak ada kesepakatan bisnis antara PT Pertamina dengan PLN mengenai pengadaan LNG tersebut.
"Karena tidak ada kesepakatan bisnis, dimulai dengam kebutuhan sendiri oleh kilang-kilang Pertamina sendiri dimana harapannya mengurangi Quel Wile atau BDN untuk pembakaran dapur dapur kilang nomor 2 dan 6," jelasnya.
"Sehingga dapat melakukan efisiensi dan mencapai target pembaharuan energi 30 persen," sambungnya.
Oleh sebabnya kata Karen per tahun 2012 penggunaan LNG itu tidak lagi diperuntukkan untuk kepentingan dari PLN melainkan untuk penggunaan di internal Pertamina sendiri atau Internal Use.
Hal itu disebutnya juga sudah dipaparkan dalam rapat yang dhadiri oleh seluruh dewan direksi (BOD) dan dewan komisaris (BOC) perusahaan plat merah tersebut.
"Dimana disana telah disampaikan bahwa ada glonar sourcing yang akan mengambil gas dari Amerika karena harganya jauh lebih murah daripada harga domestik," tuturnya.
Dalam rapat dengan petinggi Pertamina itu Karen juga mengaku bahwa penggunaan LNG untuk internal perusahaanya itu juga diperuntukan untuk Kilang Dumai atau RU 2 dan Kilang Balikpapan atau RU 4.
Terkait hal ini kata Karen, Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK) juga telah membenarkan perihal hasil rapat dengan BOD dan BOC itu pada saat menjadi saksi meringankan untuk dirinya dalam sidang beberapa waktu lalu.
"Bahwa penggunaanya bukan lagi untuk PLN tapi untuk Internal Use," ungkapnya.
Sementara itu untuk pengadaan LNG yang diperoleh daei Amerika Serikat itu ucap Karen juga telah disepakati melalui hasil rapat dengan Wakil Presiden pada tahun 2011.
"Bahwa kalau misalnya tidak mendapatkan pasokan domestik itu dimungkinkan untuk mendapatkan pasokan dari luar negeri," pungkasnya.
Sebagai informasi, Karen dalam perkara ini telah didakwa jaksa penuntut umum KPK melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021.
Jaksa mendakwa perbuatan Karen itu merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS atau Rp1,77 triliun.
Katanya, tindak pidana itu memperkaya Karen bersama SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarto sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS. Perbuatan itu juga memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS.
Menurut jaksa, PT Pertamina melakukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.
Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski tanpa tanggapan dewan komisaris dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina menandatangani LNG sales and purchase agreement dengan Corpus Christu Liquefaction.
Kemudian, Hari Karyuliarto menandatangani pengadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT Pertamina dan tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina.
Selain itu, pengadaan itu dilakukan tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian.
Dalam perkara ini Karen didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Caption: Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan menjalani proses pemeriksaan terdakwa dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan LNG di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/5/2024) - Fahmi Ramadhan