TRIBUNNEWS.COM - Kemarin pada hari Senin (20/5/2024), Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Farras Raihan, mengadu ke Lembaga Ombudsman RI perwakilan DI Yogyakarta soal dugaan pembungkaman demokrasi di lingkungan kampus.
Ia didampingi oleh salah satu rekannya yakni Ammar Raihan dan satu orang perwakilan aktivis Sarang Lidi Yogyakarta.
Pada kesempatan tersebut, Farras menyampaikan beberapa hal.
Di antaranya terkait skema kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang dinilai ganjil.
Pasalnya, pihak UNY dinilai tidak melibatkan elemen mahasiswa dalam merumuskan perubahan UKT.
Farras juga menyampaikan adanya intimidasi dan ancaman dari staf rektorat UNY. Ancaman itu berupa pencabutan beasiswa Bidikmisi yang selama ini didapatkannnya.
Ancaman tersebut muncul setelah Farras selaku Ketua BEM UNY menolak kenaikan UKT.
"Kami melaporkan kurangnya transparansi penetapan UKT UNY. Berkenaan penekanan intimidasi terhadap kami yang menyampaikan besaran UKT yang melonjak."
"Ada ancaman pencabutan beasiswa," kata Farras kepada awak media saat mengadu ke Ombudsman RI perwakilan DIY, Senin siang, dilansir TribunJogja.com.
Farras menyampaikan protes terhadap kenaikan UKT itu bersama mahasiswa lain secara sistematis.
Namun, dirinya mengaku belum memperoleh titik temu hingga berujung pada ancaman pencabutan beasiswa Bidikmisi.
Baca juga: Nadiem Tegas Bakal Hentikan Lonjakan UKT yang Tak Masuk Akal
UNY beralasan, kenaikan UKT didasarkan atas naiknya beberapa komponen pembangunan perekonomian di antaranya pajak, biaya listrik, kenaikan bahan pokok (bapok), dan lain-lain.
Apalagi, munculnya produk hukum berupa Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 juga menjadi pengikat dilaksanakannya kenaikan biaya UKT.
"Itu semua kami rasa tidak menjadi argumen kuat. Kurang bisa dijadikan argumen. Kami mempertanyakan penetapan UKT itu sendiri. Karena bagaimanapun tidak terduga," tegas Farras.
Farras turut membandingkan UKT sebelum UNY ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
Saat itu, ada enam hingga tujuh golongan. Namun, setelah UNY berubah menjadi PTN-BH, jumlah golongan UKT menjadi delapan.
Lalu, munculnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 membuat golongan UKT di UNY menjadi 10.
"Tidak hanya penambahan golongan, ada penambahan (nominal). UKT naik beda-beda menyesuaikan jurusan. Ada yang sampai Rp14 juta," ucapnya.
Sebagai Ketua BEM UNY, Farras ikut menyuarakan penolakan kenaikan UKT di kampusnya.
Puncaknya, pada 16 April 2024 pihak kampus mulai melakukan upaya-upaya untuk meredam suara para mahasiswa, khususnya Farras dan teman-temannya.
Menurut Farras, ancaman pencabutan Bidikmisi disampaikan langsung oleh salah satu staf rektorat UNY kepadanya.
"(Ancaman) pencabutan bidik misi disampaikan langsung oleh staf atau sekretaris direktur, sekitar sebulan yang lalu," ungkapnya.
Kronologi Ancaman
Mulanya, Farras bersama Ammar melakukan konsultasi perihal program BEM UNY ke pihak rektorat.
Namun, perbincangan justru keluar dari konteks yang dibahas oleh Farras dan Ammar, mereka justru ditanya terkait program beasiswa Bidikmisi.
Lalu, Farras diminta staf rektorat supaya tak terlalu banyak bersuara mengenai kebijakan kenaikan UKT.
"Saya ditanya, kamu dapat beasiswa? Kamu dapat beasiswa dari pemerintah yaudah gak usah berisik (protes)," ucap Farras.
Setelah memperoleh ancaman itu, pada 17 Mei 2024, Farras dipanggil oleh Dekan terkait permasalahan tersebut.
Di sisi lain, Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY, Budhi Masturi, menyampaikan pihaknya telah menerima aduan yang disampaikan langsung oleh Farras Raihan.
ORI Perwakilan DIY akan melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum melakukan penyelidikan dugaan maladministrasi.
"Kami verifikasi dulu, kroscek, setelah itu baru melalukan penyelidikan," terangnya.
Klarifikasi Pihak Kampus
Sementara itu, UNY mengeklaim tak ada penindasan kepada mahasiwa yang memprotes kebijakan kenaikan UKT.
Diwartakan TribunJogja.com, hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Akademik Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Guntur, M.Pd.
“Intimidasi? Tidak ada. Adik-adik tanya case per case tetap kami jawab. Tidak ada (intimidasi) begitu,” jelasnya, Senin (20/5/2024).
Mengenai dugaan ancaman pencabutan beasiswa Bidikmisi terhadap Farras, Guntur mengatakan pemikiran kampus tak serumit itu.
Meski begitu, dirinya menyebut kampus mempunyai kewajiban untuk mengawal beasiswa apa pun yang diperoleh mahasiswa.
“Ya, kami ada kewajiban monitoring. Bisa saja ada temuan, beasiswa pemerintah, tapi mahasiswanya dapat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di bawah ketentuan atau mungkin jarang masuk kuliah. Nah, ini jadi polemik juga,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya enggan apabila mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi, tapi pintar itu menjadi sosok yang malas.
“Di kampus swasta juga gitu kan. Ada forum komunikasi kemahasiswaan. Untuk KIPK misalnya, setiap semester kita validasi sambil konfirmasi ke yang bersangkutan."
"Mungkin kalau ada yang ke rumah, itu jangan-jangan dianggap intimidasi juga,” tutur Guntur.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul: KRONOLOGI Ketua BEM UNY Mengadu ke Ombudsman RI Perwakilan DIY Soal Dugaan Pembungkaman Kenaikan UKT dan UNY Klaim Tak Ada Penindasan dan Pembungkaman kepada Mahasiswa yang Demo Kenaikan UKT.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJogja.com/Miftahul/Ardhike)