TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay, menyoroti polemik potong gaji pekerja untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Saleh menilai masyarakat banyak yang belum mendapat informasi secara utuh terkait iuran Tapera ini.
Karena itu, menurut Saleh langkah awal yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa seluruh segmen masyarakat memahami tapera ini dengan baik.
"Fraksi PAN menilai bahwa aturan terkait Tapera belum disosialisasikan secara baik. Masih banyak masyarakat yang belum paham dan mendapat informasi yang kurang akurat," kata Saleh kepada wartawan Kamis (30/5/2024).
Lebih lanjut, Fraksi PAN memiliki sejumlah catatan terkait iuran Tapera ini.
Pertama, peserta Tapera adalah mereka yang berpenghasilan sama dengan atau lebih besar dari upah minimum.
Hal ini dinilai berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Sebab, banyak juga anggota masyarakat yang gajinya jauh dari upah minimum.
Sementara, mereka juga adalah rakyat yang membutuhkan perumahan.
"FPAN mendesak pemerintah untuk mencari solusi terkait masalah ini. Kebijakan apa pun yang ditetapkan pemerintah, sudah semestinya adil dan bermanfaat bagi semua," ujar dia.
Baca juga: Soal Iuran Tapera, Kadin Minta Pemerintah Temukan Keseimbangan
Kedua, ada waktu paling lama 7 tahun untuk mendaftar jadi peserta terhitung sejak aturannya ditetapkan.
Selama masa itu, pemerintah didesak untuk melakukan kajian komprehensif agar kegiatan ini tidak menimbulkan gejolak sosial.
"Dari pengamatan saya, sejauh ini masih banyak hiruk pikuk dan kebisingan terkait program ini. Meskipun presiden mengatakan bahwa ini sangat baik untuk jangka panjang, namun saat ini masih saja ada kicauan yang bernada negatif. Terutama di media-media sosial," ujar anggota Komisi IX DPR RI itu.
Ketiga, kata Saleh, para pekerja banyak yang mungkin menolak program Tapera ini.
Karena itu Fraksi PAN mendesak pemerintah untuk melakukan dialog dengan mereka. Jika mereka tetap menolak, pemerintah diminta untuk tidak memaksakan.
"Niatnya kan untuk kebaikan para pekerja dan masyarakat kelas bawah. Karena itu, mereka harus didengar. Kalau ada yang perlu ditampung, pemerintah harus berlapang dada untuk mempertimbangkannya," ucapnya.
Keempat, Tapera dinilai menambah beban tambahan bagi para pekerja.
Sebab, para pekerja sendiri sudah banyak kewajiban lain yang harus dipenuhi, termasuk kewajiban untuk menjadi peserta jaminan sosial berupa BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Artinya, gaji yang sudah sedikit, akan bertambah sedikit lagi. Yang jadi kewajiban pengusaha/pemberi kerja 0,5 persen. Sementara, 2,5 persen menjadi kewajiban pekerja," tandasnya.
Baca juga: Partai Buruh Nilai Tapera Dibutuhkan, Tapi Jangan Bebani Pekerja dan Rakyat
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Dalam Pasal 7 PP mengenai Tapera tersebut, jenis pekerja yang wajib menjadi peserta mencakup pekerja atau karyawan swasta, bukan hanya ASN, pegawai BUMN dan aparat TNI-Polri.
Dalam PP tersebut, besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja. Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja yakni sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.
Adapun pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan Tapera setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke Rekening Dana Tapera. Hal yang sama juga berlaku bagi freelancer.
Pemerintah memberikan waktu bagi para pemberi kerja untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada Badan Pengelola (BP) Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.