Adapun kronologinya, dijelaskan Ketut, PT GBU awalnya akan diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi ditolak karena perusahaan PT GBU memiliki banyak masalah seperti utang dan banyaknya gugatan.
Kemudian, Kejagung melalui Jampidsus melakukan proses penyidikan yang disusul oleh upaya gugatan keperdataan dari PT Sendawar Jaya, dan kejaksaan kalah dalam gugatan itu.
Namun, pada tingkat banding, Kejaksaan Agung memenangkan gugatan.
Setelah gugatan dimenangkan di Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Agung lalu meneliti berkas dalam gugatan tersebut.
Kejaksaan Agung saat itu menemukan dokumen palsu sehingga ditetapkanlah Ismail Thomas sebagai tersangka yang kini sudah diadili.
Selanjutnya, Ketut menjelaskan bahwa proses pelelangan PT GBU ini dilakukan penilaian dalam tiga appraisal.
Pertama, yaitu terkait dengan aset atau bangunan alat bangunan yang melekat pada PT GBU dengan nilai kurang lebih Rp9 miliar.
Kemudian ada juga perhitungan oleh appraisal yang kedua terkait dengan PT GBU dengan nilai Rp3,4 triliun.
Dari kedua appraisal dilakukan satu proses pelelangan pertama, tetapi satu pun tidak ada yang menawar.
Baca juga: IPW Duga Penguntitan Anggota Densus 88 Polri Terhadap Jampidsus Kejagung Tindakan Liar
Dengan demikian, Kapuspenkum membantah adanya kerugian sebesar Rp9 triliun dari proses pelelangan tersebut karena tidak ada yang melakukan penawaran terhadap Appraisal senilai Rp9 triliun tersebut, sedangkan yang laku hanya senilai Rp9 miliar.