Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua YLBHI Muhamad Isnur meminta pemerintah mengkaji secara mendalam revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri karena banyak pasal bermasalah.
Diketahui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendapat penugasan untuk membahas revisi UU Polri.
Sayangnya proses legislasi tersebut tuai kecaman publik. Diantaranya soal kewenangan baru Polri untuk pemblokiran konten di ruang siber yang diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf q RUU Polri.
"Pemerintah harus menganalisis dengan tepat dan secara mendalam. Pemerintah harus menunda segala pembahasan RUU Polri ini," kata Isnur kepada awak media, Gedung LBH-YLBHI, Jakarta, Minggu (2/6/2024).
Menurutnya hal itu karena banyak sekali pasal-pasal serta isi konten yang sangat berbahaya untuk Indonesia ke depan.
Ia menerangkan berbahaya dari sisi keamanan, antar kelembagaan, perlindungan hak asasi manusia serta sisi bagaimana ruang demokrasi ke depan.
Baca juga: Penggalangan Intelijen dalam Revisi UU Polri Dinilai Bertabrakan dengan Tupoksi BIN dan BAIS TNI
"Tentu ini sangat berbahaya dan membutuhkan masukan publik yang sangat banyak, serta kajian yang mendalam untuk perbaikan kepolisian yang kita butuhkan," terangnya.
Isnur menyebutkan jika proses legislasi terus dilanjutkan. Ia menuding Undang-Undang tersebut memang sengaja disiapkan pemerintah.
Baca juga: Yandri Susanto : Tuntaskan Revisi UU Polri
"Kalau kemudian Presiden Pak Jokowi tidak melihat substansinya secara kritis. Kita bisa mengetahui ada udang dibalik batu. Jangan-jangan ini Undang-Undang yang memang digodok disiapkan oleh pemerintah diselipkan oleh DPR," terangnya.
Ketua YLBHI tersebut menerangkan hal itulah yang Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil khawatirkan.
"Karena tiba-tiba muncul, tiba-tiba diusulkan, disepakati, begitu cepat. Padahal sejatinya Undang-Undang itu disiapkan, dikaji secara mendalam disosialisasikan, diuji secara publik. Kemudian menerima masukan yang luas seperti mandat dari MK," tegasnya.