TRIBUNNEWS.COM - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) hari ini, Senin (3/6/2024).
Disebutkan, pemanggilan Febri sebagai saksi itu karena namanya ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Sebelumnya, Febri sempat mengatakan bahwa kehadirannya tersebut merupakan suatu bentuk pelaksanaan kewajiban hukum, sikap kooperatif, dan penghormatan terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menjalankan tugas.
Febri sendiri merupkan mantan pengacara SYL dalam menghadapi kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) tersebut.
Diketahui, sewaktu perkara SYL itu masih penyelidikan, Febri bersama mantan pengacara SYL lainnya, yakni Rasamala Aritonang dan Donal Fariz juga pernah diklarifikasi KPK.
Adapun, ketiganya dimintai keterangan soal temuan dokumen KPK saat tim penyelidik menggeledah rumah dinas SYL.
Febri diketahui merupakan seorang advokat atau Managing Partner Visi Law Office.
Sebelumnya, Febri tercatat juga pernah menjadi pengacara istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi yan turut menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J).
Untuk selengkapnya, berikut adalah profil Febri Diansyah.
Profil Febri Diansyah
Dikutip dari Tribunnewswiki.com, Febri Diansyah dulu dikenal sebagai seorang pengacara dan aktivis anti-korupsi Indonesia.
Ia pernah menjabat sebagai Juru BIcara KPK atau Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Biro Humas) KPK.
Baca juga: Jadi Saksi Sidang SYL Hari Ini, Febri Diansyah: Bentuk Sikap Kooperatif Saya
Pria kelahiran Padang, 8 Februari 1983 itu merupakan alumni Fakultas Hukum Gadjah Mada (UGM).
Febri mengambil jurusan Hukum Perdata di UGM.
Semasa kuliah, Febri aktif di Indonesia Court Monitoring (ICM), sebuah lembaga pengawasan peradilan yang ada di Yogyakarta.
Perjalanana Karier
Setelah lulus kuliah, Febri aktif di Indonesia Corruption Watch (ICW).
Di sana, ia ditempatkan di bagian monitoring hukum peradilan yang bertugas memantau jalannya proses peradilan kasus-kasus korupsi di Indoensia.
Tak hanya itu, Febri diketahui juga aktif menulis di berbagai media dan terkenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam di media cetak.
Selain dalam bentuk tulisan, pernyataan-pernyataan tegas Febri itu juga bisa dilihat dari talkshow dan media elektronik.
Pada 2012, Febri dinobatkan menjadi aktivis atau pengamat politik paling berpengaruh 2011.
Sebab, intensitas pernyataan Febri terkait isu-isu korupsi, seperti kasus wisma atlet, Undang-Undang KPK, pemberantasan korupsi, kasus cek pelawat, dan seleksi pimpinan KPK, dianggap tertinggi dibanding pengamat dan aktivis lain.
Penghargaan tersebut diberikan oleh lembaga riset politik Charta Politika Indonesia.
Mengundurkan Diri dari KPK
Pada 18 September 2020, Febri mengajukan pengundurkan diri dari KPK.
Alasan Febri mundur karena 'kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK'.
Hal itu berkaitan dengan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang oleh para aktivis antikorupsi dinilai memangkas kekuatan lembaga itu.
"Setelah menjalani situasi baru tersebut selama sekitar 11 bulan, saya memutuskan jalan ini, memilih untuk mengajukan pengunduran diri dari institusi yang sangat saya cintai, KPK," kata Febri.
Menurut aturan baru, semua pegawai KPK akan beralih menjadi aparatur sipil negara alias pegawai negeri sipil.
Dalam suratnya, Febri meminta sekretariat jenderal KPK memproses pemberhentiannya hingga 18 Oktober 2020.
Ia menyatakan akan menyelesaikan semua proses yang berkaitan dengan tugas dalam jangka waktu tersebut.
Sebulan setelah mengajukan surat pengunduran diri, tepatnya pada 17 Oktober 2020, Febri resmi hengkang dari tubuh KPK.
Febri kemudian aktif menjadi pengacara, bersama timnya dia menangani sejumlah kasus besar di Indonesia.
Kasus SYL
Sebagai informasi, selain Febri, dalam sidang SYL hari ini, Senin, juga turut menghadirkan empat saksi lainnya.
Mereka adalah Dhirgaraya S Santo GM Media Radio Prambors/PT Bayureksha, Dedi Nursyamsi Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan
Kemudian Sugiyatno, Karumga Rumdin Mentan dan Yusgie Sevyahasna, Staf TU Direktorat Alat dan Mesin Pertanian.
Dalam kasus ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar, selama rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun, keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi hingga keluarga SYL.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ilham Rian Pratama)