TRIBUNNEWS.COM - Eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) minta sejumlah elite pemerintahan untuk menjadi saksi a de charge atau meringankan dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Di antaranya, pihak SYL meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Ma'ruf Amin, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), hingga Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memberikan kesaksian dalam sidang yang Senin (10/6/2024).
Namun, SYL harus gigit jari lantaran Jokowi, JK, hingga Airlangga menolak hadir dalam sidang tersebut.
Istana: Permintaan SYL Tak Relevan
Permintaan SYL itu telah ditanggapi pihak Istana melalui Staf Khusus Bidang Hukum Presiden, Dini Purwono.
Menurut Dini Purwono, permintaan SYL tersebut tidak relevan.
Ia mengatakan, dugaan kasus pemerasan dan gratifikasi dilakukan SYL dalam kapasitas pribadi.
"Proses persidangan SYL adalah terkait dugaan tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi, bukan dalam rangka menjalankan tupoksinya sebagai pembantu presiden," jelas Dini, Minggu (9/6/2024).
Ia lantas menegaskan, hubungan Jokowi dan para menteri hanya sebatas hubungan pekerjaan untuk menjalankan pemerintahan.
Karena itu, Dini menganggap Jokowi tidak perlu memberikan tanggapan atau komentar terkait kasus yang menjerat SYL.
"Presiden tidak dalam kapasitas untuk memberikan tanggapan atau komentar apa pun terkait tindakan pribadi para pembantunya," imbuhnya.
Baca juga: SYL Siap-siap Gigit Jari, Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla Ogah Jadi Saksi Meringankan di Persidangan
Selain Jokowi, SYL juga menyurati Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga Jusuf Kalla (JK) untuk menjadi saksi meringankan.
JK: Ini Masalah Hukum, Bukan Personal
Senada dengan Jokowi, Jusuf Kalla (JK) turut menolak permintaan SYL itu.
Pengacara JK, Husain Abdullah menganggap tidak relevan jika kliennya menjadi saksi dalam kasus yang menjerat eks gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) itu.
Terlebih, kasus yang menjerat SYL adalah masalah hukum, bukan masalah personal kedekatannya dengan JK.
"Ini masalah hukum, bukan soal personal dekat atau tidak. Pak JK tidak relevan untuk dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan SYL," ujar Husain, Sabtu (8/6/2024).
Husain juga menegaskan, kasus yang menjerat SYL ini terkait jabatannya saat menjadi Mentan periode 2020-2023.
Sementara pada periode tersebut, JK sudah tak memiliki jabatan di pemerintahan.
"Karena SYL jadi menteri bukan pada saat Pak JK menjabat sebagai Wapres. Karena itu, Pak JK tentunya tidak tahu masalah maupun latar belakang persoalan yang kini menjerat SYL," jelas Husain.
Airlangga Tak Dapat Undangan
Sementara itu, Juru Bicara Kemenko Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto memastikan Airlangga tak hadir sebagai saksi meringankan SYL.
Menurut Haryo, Airlangga tidak menerima surat apa pun dari SYL.
“Kami tidak menerima surat apapun jadi kami tidak ada komentar,” komentar Haryo, dikutip dari Kompas.com, Senin (10/6/2024).
Baca juga: Istana Sebut Permintaan SYL Agar Jokowi Menjadi Saksi di Pengadilan Tidak Relevan
Haryo mengatakan, sejak tiga hari lalu Airlangga berada di Singapura untuk menghadiri meeting Indo-Pacific Economic Framework (IPEF).
Saat ini, Airlangga tengah bertolak ke Rusia untuk melaksanakan hubungan bilateral.
“Sekarang posisi dalam perjalanan ke Rusia untuk rapat lagi bilateral dengan ekonomi juga,” tandasnya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Ilham Rian Pratama/Taufik Ismail) (Kompas.com)