Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri akhirnya angkat bicara soal laporan polisi yang dilayangkan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, terhadap anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Laporan tersebut saat ini telah diterima dan ditindaklanjuti penyidik Bareskrim Polri.
"Setiap laporan yang kita terima, pasti kita terima," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Gedung The Tribrara Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2024).
Trunoyudo mengatakan perkembangan laporan tersebut akan disampaikan ke pelapor melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP).
"Nantinya perkembangannya SP2HP kita akan kirim ke pelapor," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron dikabarkan melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho ke Bareskrim Polri.
Baca juga: Laporan Nurul Ghufron Terhadap Dewas ke Bareskrim Polri Gerus Reputasi KPK
Dari dokumen yang diterima Tribunnews.com, laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor: LP/B/138/V/2024/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 6 Mei 2024.
Dari surat itu, Ghufron melaporkan Albertina Ho terkait pelanggaran Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP tentang dugaan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang.
"Atas dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau penyalahgunaan wewenang terkait penyampaian kepada pers tentang pelanggaran etik sudah cukup bukti dan siap disidangkan serta penanganan pemeriksaan pelanggaran kode etik terkait dugaan intervensi mutasi ASN Kementerian Pertanian (Kementan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP yang terjadi di Jakarta pada kurun waktu Januari-Mei 2024," tulis isi surat tersebut dikutip, Senin (20/5/2024).
Masih dalam surat yang sama, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri juga sudah mulai melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan tersebut teregistrasi dengan Nomor: SP.Lidik/1057/V/Res.1.14./2024/Dittipidum tanggal 14 Mei 2024.
Baca juga: Penundaan Sidang Etik: Kemenangan Telak Nurul Ghufron, Kekalahan Dewas KPK
Adapun laporan dugaan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran etik yang dijalaninya dinilai telah menggerus reputasi KPK.
"Secara kelembagaan, ya ini jelas menggerus reputasi KPK, di sisi lain begitu ya. Tapi di sisi lain juga, bahwa ini adalah keputusan pribadi dari yang bersangkutan, kan begitu," kata mantan Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (22/5/2024).
Namun, Ali memastikan manuver Nurul Ghufron itu tidak memengaruhi hubungan antara pimpinan lainnya dengan Dewas KPK.
"Kami sudah berulang kali sampaikan tentu bahwa program-program, agenda-agenda yang ada, bahkan kemudian kalau ada Korwas misalnya antara pimpinan dan Dewas berjalan seperti biasa. Berjalan seperti biasa," ujar Ali.
Menurut Ali, apabila secara kelembagaan, tentu KPK tidak akan mengambil langkah sebagaimana ditempuh Nurul Ghufron.
"Beda dengan keputusan lembaga KPK, kalau memang ini keputusan KPK sudah sangat berbeda tentu dan pasti kami tidak akan lakukan yang seperti itu kan. Oke ya," katanya.
Dugaan pelanggaran etik Ghufron ini terkait mutasi seorang pegawai ASN di Kementerian Pertanian (Kementan).
Dia diduga berkomunikasi dengan pihak Kementan terkait mutasi ASN tersebut.
Ghufron berdalih bahwa yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi itu dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
Menurut Ghufron, permintaan mutasi itu ditolak dengan alasan bakal mengurangi sumber daya manusia (SDM) yang ada di Jakarta.
Namun, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri justru malah diterima.
Hal itu pun dianggap Ghufron tidak konsisten, karena dinilai adanya perbedaan perlakuan terhadap dua langkah yang diambil.
Padahal, keduanya juga akan berimbas pada pengurangan SDM di kementerian itu.
Ghufron pun menyatakan bahwa dalam pengurusan permohonan mutasi tersebut, tidak ada imbalan yang ia terima.
Ghufron menilai Dewas telah melampaui wewenang karena memproses dugaan pelanggaran etikanya yang diklaimnya sudah kedaluwarsa.
Gugatan soal kedaluwarsa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ini juga yang tengah dilakukan Ghufron, sehingga menelurkan putusan sela penundaan proses etik di Dewas KPK.