Polisi lalu membalas tembakan tersebut ke arah keduanya lantaran para anggota FPI itu berencana kabur.
Anggota FPI bernama Faiz AS tertembak di lengan kiri bagian dalam dan lengan bawah kiri sisi dalam.
Anggota FPI itu berhasil kabur dan dikejar oleh anggota kepolisian.
Dalam pengejaran diwarnai aksi saling tembak pula diantara kedua pihak.
Polisi kemudian berhasil mengejar mobil yang berisi anggota FPI. Namun, para laskar FPI itu kembali menodongkan senjata.
Pengejaran kemudian berlanjut hingga KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Mobil yang ditumpangi Laskar FPI menabrak pembatas jalan akibat pecah ban.
Polisi langsung menangkap empat anggota Laskar FPI dan melakukan penggeledahan.
Dalam perjalanan ke Polda Metro Jaya, para Laskar FPI itu melakukan perlawanan.
Mereka mencoba merebut senjata polisi dan mencekik leher Briptu Fikri.
Almarhum Ipda Elwira Priadi Z dan Briptu Fikri menembak empat Laskar FPI di dalam mobil hingga tewas karena melihat adanya perlawawan.
Masing-masing terdakwa menembak dua anggota laskar FPI.
Dalam aksi penembakan oleh anggota polisi tersebut Andi Oktiawan, Faiz Ahmad Syukur, Lutfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra tewas.
Kemudian, Komnas HAM pun turun tangan melakukan investigasi di balik tewasnya 6 laskar FPI.
Dalam jumpa pers yang digelar Komnas HAM pada Jumat (8/1/2021) ditemukan fakta bila pada saat kejadian di KM 50, terdapat adanya kekerasan, pembersihan darah, serta pembelokan informasi.
Temuan lainnya, adanya pemeriksaan telepon seluler milik masyarakat di lokasi dan adanya pengambilan kamera CCTV di satu warung di KM 50 oleh anggota kepolisian.
Setelah dikonfirmasi oleh Komnas HAM, pihak kepolisian mengakui telah mengambil kamera CCTV tersebut.
Kesimpulan Komnas HAM saat itu menyatakan penembakan terhadap empat anggota laskar FPI tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM sehingga penyelesaiannya harus dilakukan lewat jalur pidana.
Akhirnya kasus tersebut pun berproses di pengadilan dengan menghadirkan dua terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella
Dua Polisi Divonis Lepas
Hasil putusan sidang, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.
Tetapi keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran.
Alasan tersebut dikarenakan perbuatan terdakwa adalah merupakan tindakan pembelaan.
Menurut Hakim Ketua, Muhammad Arif Nuryatna, dalam KUHP dijelaskan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satu di antaranya karena perbuatan yang dilakuakn atas dasar pembelaan terpaksa.
Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Maka hakim memutuskan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang ingin keduanya dihukum dengan pidana enam tahun penjara.
Jaksa pun sempat mengambil langkah banding hingga kasasi.
Upaya hukum yang diajukan jaksa dalam tingkat kasasi pun mentah.
Hakim tetap pada pendiriannya, menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dan memvonis lepas Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella.
(Tribunnews.com/ kompas.com)