TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Efek buruk praktik judi online memang betul-betul mengkhawatirkan. Pengadilan Agama (PA) Cianjur, Jawa Barat menyebut ada ratusan pasangan suami-istri (pasutri) bercerai gara-gara kecanduan judi online.
Data dari Pengadilan Agama (PA) Cianjur mencatat sepanjang periode Januari hingga Juni 2024 ada 2.373 perkara masuk ke PA Cianjur.
Sebanyak 1.800 di antaranya merupakan perkara perceraian.
"Jumlah gugatan cerai dan talak jumlahnya cenderung sama, perbandingannya hampir 50-50. Total dua perkara itu tembus 1.800 kasus," ujar Humas PA Cianjur, Jawa Barat, Ahmad Rifani, Jumat (14/6/2024).
Baca juga: Panglima TNI Tak Segan Pecat Prajurit yang Terlibat Judi Online
Ahmad menjelaskan ada pergeseran penyebab atau latar belakang masalah perceraian di Cianjur.
Dari yang tadinya dipicu faktor ekonomi mulai soal nafkah dan kondisi ekonomi keluarga kini judi online mendominasi penyebabnya.
"Belakangan ada fenomena baru, banyak yang dipicu oleh judi online, baik suami ataupun istri," ujarnya.
Bahkan, lanjut Ahmad, ada sebuah perkara menarik dimana ditemukan istri kecanduan judi online dan menghabiskan uang hingga Rp 1 miliar lebih.
"Biasanya suami yang kecanduan (judi online) tapi ini ada istri, habiskan Rp 1 miliar. Memang tidak sekaligus tapi bertahap. Diberi modal habis, diberi modal habis, begitu seterusnya," kata Ahmad.
Imbasnya menurut Ahmad yang menjadi korban adalah anak-anak. Karena kondisi finansial keluarga menjadi kacau balau akibat kecanduan judi online.
"Apalagi bagi yang banyak memiliki keturunan," kata Ahmad.
Baca juga: Transaksi 3 Bulan Judi Online Lebih Besar Ketimbang Anggaran Pembangunan IKN selama 2 Tahun
Aktivitas Judi Online Rp 600 Triliun
Secara terpisah, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat transaksi dari aktivitas judi online mencapai Rp 600 triliun periode Januari-Maret 2024.
"Hingga saat ini, Q1 (Kuartal 1) 2024 sudah mencapai lebih dari Rp 600 triliun," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Dia menyebut uang ratusan triliun hasil judi online tersebut dikirim ke sejumlah negara dengan nominal yang berbeda-beda.
"Ya ke beberapa negara bervariasi nilainya, tapi relatif signifikan semua," ucapnya.
Meski trennya menurun setelah pemerintah mulai secara tegas memberantas aktivitas judi online.
Namun, transaksi yang besar selama kuartal 1 tetap berpotensi melonjaknya biaya transaksi.
"Kita melihat tren penurunan. Namun tetap diwaspadai pola-pola baru, karena demand yang besar, ada potensi naik melihat data Q1 2024. Saat ini dapat dikatakan telah berhasil dihambat dengan sinergitas antar lembaga yang semakin kuat saat ini ini, apalagi dalam Satgas dibawah Pimpinan Menkopolhukam," ujarnya.
"Jika penanganan tidak serius dilakukan, data menunjukkan kecenderungan jumlahnya akan semakin besar lagi," sambungnya.
Baca juga: Usai Polisi, Giliran Oknum TNI yang Terjerat Judi Online, Nekat Tilap Uang Kesatuan Rp 876 Juta
Diberi Bansos
Sementara itu di tempat berbeda, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy membuka wacana agar korban judi online masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar menerima bantuan sosial (bansos).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan bantuan bisa diberikan jika korban judi online tersebut masuk kategori miskin.
Selama ini, Risma mengungkapkan banyak pihak yang telah dibantu Kemensos, seperti bekas korban pelanggaran HAM berat, korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), hingga pengidap kusta.
"Ya dia sepanjang dia miskin dia berhak, judi online sepanjang dia miskin ya dia berhak. Pokoknya tidak dilarang oleh negara ya saya siap. Pokoknya miskin," ujar Risma di Pandeglang, Banten.
Risma menegaskan bahwa korban judi online tersebut harus sudah terdata, sehingga dapat dimasukkan ke DTKS.
Menurutnya, para korban judi online tidak bisa dimasukkan ke DTKS jika tidak terdata.
Mantan Wali Kota Surabaya ini menyontohkan bantuan yang diberikan kepada para PMI yang menjadi korban TPPO di Malaysia.
"Ya harus ada datanya. Kalau enggak ada datanya kan enggak bisa," tutur Risma.
"Seperti TPPO kami punya, jadi kami kemarin pekerja imigran itu ada 290 berapa yang dikeluarkan dari tahanan Malaysia. Itu ya kita bantu, kita tangani. Tapi kan ada datanya," ucap Risma.
Perangi Judi Online
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya untuk memerangi judi online yang kian marak di Indonesia. Pemerintah sudah banyak menutup situs judi online.
"Sampai saat ini sudah lebih dari 2,1 juta situs judi online sudah ditutup," kata Jokowi.
Pemerintah kata Jokowi juga membentuk Satgas judi online yang segera akan diresmikan. Dengan adanya Satgas diharapkan dapat mempercepat pemberantasan judi online.
"Harapannya dapat percepat pemberantasan judi online," katanya.
Namun menurut Presiden judi online sifatnya transnasional.
Judi online bersifat lintas batas, negara, dan otorisasi.
Sehingga kata Presiden, pertahanan yang paling penting adalah dari masyarakat sendiri.
"Pertahanan kita sendiri dan juga pertahanan pribadi-pribadi kita masing-masing," pungkasnya.(Tribun Network/abd/fah/fik/wly)