TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak-anak yang mengalami kekerasan di ruang digital sebagian juga mengalami kekerasan secara langsung.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak untuk lindungi anak, mulai dari lingkungan keluarga hingga sekolah yang merupakan lingkup terdekat anak-anak sehari-hari.
Spesialis Perlindungan Anak UNICEF Indonesia, Astrid Gonzaga Dionisio mengatakan, tren kasus kekerasan terhadap anak selama ini melibatkan orang-orang terdekatnya sebagai pelaku.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Bocah 9 Tahun di Bekasi, Komisi Perlindungan Anak: Indonesia Darurat Kekerasan
Karenanya, menciptakan lingkungan yang aman dan protektif menjadi langkah penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, guru, hingga masyarakat sekitar.
“Di sini pentingnya lingkungan yang protektif dan aman, yakni dari orang-orang yang terdekat dengan anak seperti keluarga, orang tua, guru, dan juga teman-temannya,” ujar Astrid di acara dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema ‘Perlindungan Anak dalam Ruang Digital’, Rabu (19/6/2024).
Astrid juga menekankan pentingnya pemahaman dan tindakan nyata dalam mencegah kekerasan terhadap anak di dunia digital melalui berbagai strategi dan pendekatan yang melibatkan semua pihak.
"Pertama kita bisa mengacu pada undang-undang yang dibuat oleh pemerintah, khususnya yang relevan saat ini adalah UU tentang kekerasan seksual. Undang-undang ini memberikan kerangka hukum yang penting untuk melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk yang terjadi di dunia digital," ujarnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terjadi 3.877 kasus kekerasan anak selama tahun 2023. Angka ini turun dibandingkan 2022 sebesar 4.683 kasus.
Meski angka kekerasan turun, kualitas kekerasan semakin memprihatinkan sehingga dibutuhkan kerja sama semua pihak. Salah satu yang disorot adalah dampak ruang digital pada anak.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kawiyan mengungkapkan data menunjukkan kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual, baik yang terjadi secara langsung maupun melalui media digital, angkanya masih mengkhawatirkan.
Baca juga: Tersangka Pembunuhan Satu Keluarga di PPU Masih di Bawah Umur, UU Perlindungan Anak Diterapkan
"Pada 2022 ada sebanyak 4.683 kasus, kategori perlindungan khusus anak 2.133 kasus, sementara kategori pemenuhan hak 190 kasus. Pada 2023 sebanyak 3.877 kasus, 1.886 perlindungan anak tertinggi kekerasan seksual, dan 2.011 kasus masuk kategori pemenuhan hak," ujarnya.
Dari ribuan kasus dalam dua tahun terakhir, tidak sedikit pelaku kejahatan terhadap anak kebanyakan orang terdekat. Kawiyan menyebutkan, data dari KPAI pada 2023 ada 262 kasus kekerasan terhadap anak di mana pelakunya orang tua. Dalam hal ini, 153 kasus pelakunya ibu kandung.
"Ini menuntut kita untuk introspeksi dan mengembalikan fungsi orang tua sebagai pelindung anak-anak," tegas dia.
Melihat data tersebut, dia menekankan adanya urgensi bagi orang tua untuk membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan teknologi agar dapat menjadi pembimbing yang tepat bagi anak-anak dalam mengakses media digital.