Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya mengatakan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan eks Ketua KPK, Firli Bahuri beririsan dengan kasus korupsi eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Hal ini terbukti dengan sejumlah keterangan yang sudah dikantongi penyidik Polda Metro Jaya yang sesuai dengan apa yang disampaikan SYL di persidangan.
"Apa yang disampaikan terdakwa SYL maupun terdakwa lainnya maupun saksi-saksi lainnya sudah ada yang masuk dalam BAP kita karena memang perkara yang ditangani penyidik KPK dengan yang dilakukan penyidikannya oleh penyidik Polda Metro Jaya itu ada irisan peristiwa pidana yang terjadi," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Polda Metro Jaya, Kamis (27/6/2024).
Salah satu keterangan yang dikantongi adalah soal pemberian uang sebesar Rp1,3 miliar dari SYL ke Firli Bahuri.
Uang itu diberikan ketika KPK sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi di Kementan.
"Sebagaimana kemarin muncul di kesaksian terdakwa SYL itu sudah masuk ke dalam BAP terhadap terdakwa SYL dalam perkara a quo oleh penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya," tuturnya.
Baca juga: Fakta Sidang SYL Serahkan Uang ke Firli Bahuri, Irjen Karyoto: Fakta Menarik
Dalam perkara ini, Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka pemerasan ke mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman penjara seumur hidup.
Ia pernah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan karena menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah.
Baca juga: SYL Tak Tahu Soal Setor Rp 2 M ke Rekening Penampungan KPK, Akui Serahkan Rp 1,3 M ke Firli Bahuri
Namun, gugatan itu diputus tidak dapat diterima.
Atas hal itu Firli kembali mengajukan praperadilan lagi ke PN Jakarta Selatan.
Permohonan praperadilan kedua itu disampaikan Firli Bahuri pada Senin, 22 Januari 2024.
Namun permohonan itu dicabut dengan alasan teknis dan perlu elaborasi lebih jauh.