News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

SYL Bantah Minta Fee 20 Persen ke Pejabat Kementan, Sebut Ajudan Rekayasa Informasi

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) membantah keterangan ajudannya, Panji Hartanto soal pengutipan fee 20 persen terhadap para pejabat Kementerian Pertanian.

Bantahan itu disampaikan SYL saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Dalam pleidoinya, SYL tak menyangka jika Panji memanfaatkan posisinya sebagai ajudan.

Padahal, Panji diangkat sebagai ajudan karena punya latar belakang pegawai Kementan yang masih muda dan bebas kepentingan.

”Namun, tak disangka (Panji) melemparkan tuduhan-tuduhan tak berdasar dengan berbagai asumsi dan rekayasa informasi,” ujar SYL yang duduk di kursi terdakwa di hadapan Majelis Hakim.

Satu rekayasa informasi yang dimaksud SYL adalah keterangan Panji dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan dan diungkap di persidangan.

Baca juga: Merasa Dizalimi atas Kasus Gratifikasi Kementan, SYL: Saya Berserah Diri kepada Allah

Di dalam BAP itu, Panji menyatakan SYL pernah meminta fee 20 dari setiap anggaran masing-masing satuan kerja (satker) di Kementan.

SYL menjelaskan, anggaran Kementan setiap tahun berkisar Rp 15 triliun.

Artinya, 20 persen dari anggaran tersebut adalah Rp 3 triliun.

Jika dikalikan empat tahun atau saat SYL menjabat sejak 2019 hingga 2023, maka fee 20 persen yang didapatnya sebagaimana klaim Panji adalah Rp 12 triliun.

”(Kalau dapat Rp 12 triliun, Red), Maka saya telah menjadi orang yang sangat kaya raya dan berkecukupan,” kata SYL.

Baca juga: SYL Merasa Kasusnya Dipolitisasi: Apakah Karena Beda Pilihan dengan Keinginan Pemegang Kekuasaan?

SYL lantas membandingkan harta benda yang telah disita penyidik KPK yang jauh dari nilai Rp 12 triliun.

”Hal ini menunjukkan bahwa keterangan saksi Panji tersebut tidaklah masuk akal,” kata mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu.

Selain itu, lanjut SYL, keterangan Panji dijadikan dasar jaksa dalam membuat dakwaan dan tuntutan.

Padahal, dalam persidangan, keterangan Panji itu terbantahkan oleh keterangan saksi yang lain.

Seperti saksi Kasdi (Sekjen Kementan), para Direktur Jenderal (Dirjen) dan Direktur di Kementan.

Para saksi tersebut mengakui bahwa perintah melakukan pungutan, urunan, hingga informasi soal fee 20 persen diperoleh dari Panji. Bukan mendengar langsung dari SYL.

”Keterangan saksi (Kasdi dll) hanya mendengar dari kata orang lain yang hanya katanya dan katanya,” ucap SYL.

Sesuai asas non-testimonium de auditu, lanjut SYL, keterangan yang diperoleh dari orang lain bukan merupakan keterangan saksi.

Ketentuan itu juga dijelaskan dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP.

Dimana keterangan saksi tidak termasuk keterangan jika diperoleh dari orang lain.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa KPK telah menuntut SYL 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Kemudian dia juga dituntut untuk membayar uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.

Uang pengganti tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara ini inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Jika tidak dibayar, maka harta bendanya menurut jaksa, disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Menurut jaksa, dalam perkara ini, SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini