TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Bisang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menganggap penanganan kasus Vina Cirebon terkesan serampangan.
Ada dua alasan yang mendasari penilaian Mahfud MD tersebut.
Pertama, Mahfud mengungkit kasus Vina yang baru kembali ditangani setelah film 'Vina: Sebelum 7 Hari' viral.
Kedua, ia menyoroti aksi Polda Jawa Barat (Jabar) menghapus 2 DPO dan menangkap Pegi Setiawan.
Adapun Pegi Setiawan kini telah bebas seusai memenangkap praperadilan melawan Polda Jabar.
Seusai Pegi bebas, Mahfud menilai, 7 terpidana lain kasus Vina seharusnya ikut bebas.
"Kalau ini dulu dianggap satu paket pelaku hanya saja belum tertangkap, sekarang sesudah (Pegi) tertangkap kemudian ternyata tidak (bersalah), berarti yang 7 (terpidana) ini tidak (bersalah) dong," jelas Mahfud dalam tayangan Rosi Kompas TV, Kamis (11/7/2024).
"Logika kita kan satu paket, dulu dakwaannya 11 orang, yang 3 lari, yang 8 masuk, tapi yang satu dibebaskan lebih dulu."
Mahfud berpendapat, Pegi dan 7 terpidana lainnya merupakan satu paket yang dianggap bersalah dalam pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 lalu.
Setelah Pegi bebas, ujar Mahfud, 7 terpidana lainnya seharusnya juga dibebaskan.
"Karena ini satu dakwaan, seharusnya menjadi novum tapi silakan para pengacara atau keluarganya," ujar Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD Sebut 2 Hal Serampangan Kasus Vina yang Dilakukan Polri, Termasuk Penetapan Pegi Tersangka
Karena itu, Mahfud menilai pengungkapan kasus ini terkesan serampangan.
Mahfud mengungkap sejumlah alasan terkait penilaiannya itu.
"Menurut saya ini serampangan karena kasus ini kan 2016, dikatakan ada buron, hilang kasus ini," kata Mahfud.
"Baru muncul lagi setelah ada film 'Vina: Sebelum 7 Hari', baru orang ingat lagi lalu dikejar lagi. Kalau enggak serampangan kan begitu diputus dicari, orangnya harusnya itu juga sejak awal."
"Serampangan kedua, katanya 3 lalu diumumkan yang 2 fiktif. Padahal itu dakwaan jaksa kemudian dicantumkan dalam putusan pengadilan di dalam proses persidangan," imbuhnya.
Tak hanya itu, Mahfud juga menduga pihak kepolisian berupaya melindungi seseorang dan mencari kambing hitam atas tewasnya Vina dan Eky.
Ia menganggap, tindakan Polda Jabar ini lebih dari sekedar tak profesional.
"Ini kan serampangan namanya, sehingga waktu itu saya mengatakan itu lebih dari unprofessional, itu kira-kira akan melindungi nama seseorang dan mencari kambing hitam."
"Yang 7 ini harusnya bebas dong, kan satu paket dakwaan. Ternyata yang ini (Pegi) salah (tangkap)," tandas Mahfud.
Baca juga: IPW Bicara Peluang Pegi Kembali Ditangkap dan Diperkarakan Polda Jabar
"Sangat Jahat Menghukum Orang Tak Bersalah"
Sebelumnya, Mahfud MD memberikan salam hormat kepada hakim tunggal sidang praperadilan Pegi Setiawan, Eman Sulaeman.
Mahfud MD memuji keberanian dan kejujuran Eman Sulaeman yang akhirnya menerima permohonan praperadilan Pegi.
Ia pun mengungkap sejumlah kejanggalan kasus Vina Cirebon sejak awal.
Mahfud menilai Polda Jabar bekerja secara tidak profesional dalam menangani kasus ini.
"Sejak awal saya pikir pengadilan harus menerima permohonan praperadilan Pegi karena itu penanganannya bukan hanya terlihat tidak profesional tapi juga menimbulkan kesan kolutif dan konspiratif," ucap Mahfud, dikutip dari kanal YouTube-nya, Selasa (9/7/2024).
Menurut Mahfud, hakim Eman Sulaeman sudah membuat keputusan yang bijak.
Terlebih, sejak awal keterlibatan Pegi dalam kasus ini sudah diragukan.
"Oleh sebab itu daripada tidak jelas lebih baik diputus, tidak jelas kesalahannya, tidak jelas subjeknya."
"Kan subjek pelakunya tidak jelas kalau itu Pegi."
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan, bahwa menghukum orang yang tak bersalah adalah tindakan yang sangat jahat.
"Dalam prinsip hukum pidana ada adagium, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada Anda menghukum satu orang saja yang tidak bersalah," jelasnya.
"Itu sangat jahat menghukum orang yang tidak jelas kesalahannya."
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami)