Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara sekaligus penjabat (Pj) Ketua Umum PBB Fahri Bachmid mengatakan, perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) adalah kebutuhan ketatanegaraan.
"Sebuah kebutuhan ketatanegaraan saat ini," kata Fahri kepada Tribunnews.com, Selasa (16/7/2024).
Baca juga: Ketua MPR RI Nilai Tak Masalah Revisi UU Wantimpres jadi DPA: Tak Mengubah Kewenangan
Fahri menilai, upaya penataan serta pengaturan kembali pranata hukum kelembagaan Wantimpres merupakan keniscayaan.
Sebab, undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden telah diberlakukan kurang lebih sembilan belas tahun.
Sehingga, kata Fahri, banyak hal harus membutuhkan sentuhan penyesuaian dan perubahan "adjustments and changes" sesuai kebutuhan hukum masyarakat.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 16 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah merumuskan bahwa "Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.
"Dengan demikian, berdasarkan pijakan serta basis konstitusional tersebut "the constitution allows", bisa saja pembentuk undang-undang membentuk UU organik terkait kelembagaan dewan pertimbangan presiden," ujar Fahri.
Termasuk, kata Fahri, mengubah nomenklatur kelembagaan menjadi DPA. Sebab, konstitusi tidak melarang.
"Saya melihat idealnya demikian, baiknya pengaturan jumlah anggota yang ada dalam UU Dewan Pertimbangan jangan lagi berdasarkan pengaturan numerik, tetapi diserahkan kepada presiden untuk menentukan jumlah anggota dewan pertimbangan sesuai kebutuhan dadan keahlian needs and expertise," ucapnya.