TRIBUNNEWS.COM, SUKABUMI - Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Putu Supadma Rudana terharu menerima gelar Ki Jaga Waruka Sakabumi dari Pendiri Museum Prabu Siliwangi, Kyai Fajar Laksana.
Gelar tersebut bermakna sosok yang memiliki kepedulian tinggi sebagai pengawal warisan bangsa, dan pusaka luhur nusantara.
Putu merasa terhormat dengan gelar yang diberikan itu padahal kedatangannya hanya untuk memenuhi undangan seminar memberikan sambutan kunci.
Baca juga: Bertemu Islamic Centre Madrid, HNW: Sejarah Masuk Islam di Indonesia akan Isi Museum di Madrid
Gelar itu diterima Putu saat mengunjungi Museum Prabu Siliwangi di Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath Kelurahan Karang Tengah, Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Pada kesempatan itu, Putu diundang langsung oleh Pendiri Museum Prabu Siliwangi, KH. Fajar Laksana.
“Didaulat seperti itu merupakan hal yang bermakna, karena perjuangan untuk seni budaya tidak banyak yang memahami tapi memang harus diketahui dan banyak pihak sudah memahami bahwa pelestarian dan pemuliaan warisan luhur bangsa mengalami tantangan dan situasi yang rumit dan urgent. Kondisi inilah yang membuat bagaimana pengawalan seni budaya menjadi penting,” kata Putu dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/7/2024).
Baca juga: Ribuan Warga Spanyol Kembali Lakukan Aksi Protes Genosida di Gaza, Berbaring Massal di Depan Museum
Legislator asal Bali sangat terharu dan mengapresiasi komitmen Kyai Fajar Laksana karena mendoakan dan turut mengawal dibarisan terdepan perjuangan dan pengabdian Asosiasi Museum Indonesia (AMI).
Bahkan, Putu selaku Ketua Umum AMI langsung didukung penuh oleh Kyai Fajar Laksana untuk memperjuangkan segala kearifan lokal bangsa yang adiluhung itu.
“Kebudayaan Nusantara adalah puncak-puncak kebudayaan daerah di seluruh Indonesia, yang tentu menjadi hal patut digaungkan ke seluruh penjuru dunia dan patut dilestarikan di negeri Nusantara. Hal itu menjadi sangat penting dan mengharukan dan bermakna, karena justru penghargaannya itu tidak datang dari hanya satu lembaga negara, tapi hadir dari atau diberikan oleh simpul-simpul atau puncak-puncak kebudayaan daerah,” ujar Anggota Komisi VI DPR RI ini.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini mengaku membahas berbagai isu saat bertemu Kyai Fajar Laksana.
Keduanya ingin mewujudkan adanya payung hukum untuk melindungi segala pusaka atau warisan budaya bangsa dari para leluhur sejak zaman dahulu, mungkin tidak hanya zaman kerajaan tapi juga pra sejarah.
Dalam paparannya, Putu menyampaikan komitmennya untuk mengawal seni budaya dari awal.
Bahkan, Putu mengatakan secara pribadi juga memiliki Museum Rudana yang berada di Bali. Kemudian, Putu juga menjelaskan tentang Sapta Karsa Permuseuman Indonesia saat didaulat menjadi keynote speach di Museum Prabu Siliwangi tersebut.
“Ketiga juga bagaimana perjuangan kita untuk mewujudkan RUU Permuseuman dan juga inisiasi tentang RUU yang berhubungan dengan Omnibus Kebudayaan. Mungkin payung hukum RUU Pemuseuman ini menjadi sangat urgent, Omnibus Kebudayaan juga sangat urgent. Karena kemajuan bangsa secara ekonomi dan kemandirian ekonomi, juga kedaulatan politik harus didukung dengan sejarah dan kebudayaan bangsa,” kata Putu.
Menurut dia, founding fathers dan tokoh-tokoh bangsa sudah menggaungkan komitmen agar berdikari dalam bidang ekonomi. Akan tetapi, kata dia, berdikari dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan juga harus terus dikawal agar betul-betul Undang-undang atau RUU yang diusulkan memayungi baik tentang penemuan cagar budaya melalui UU Cagar Budaya hingga mulai pemajuan kebudayaan dengan UU Pemajuan Kebudayaan.
Baca juga: Ridwan Kamil Sebut Istana Merdeka Bisa Jadi Museum atau Kantor Gubernur Setelah Pindah ke IKN
“Tapi di sisi lain tempat mulai atau rumahnya yang mengandung makna rumah tertinggi kebudayaan, rumah abadi peradaban dan rumah sumber inspirasi, menjadi tempat mulia yang mengawal, menarasikan, menampilkan dan memuliakan seluruh warisan luhur bangsa yaitu tentunya museum ataupun tempat-tempat lainnya yang harus memiliki payung hukumnya," jelas dia.
Kata Putu, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan mampu mengawal memori kultural bangsanya, mengawal sejarah yang begitu besar dan luar biasa, harus terus digaungkan secara berkesinambungan secara komprehensif.
Menurut dia, negara lain seperti Jepang, Tiongkok; juga bangsa-bangsa Eropa antara Perancis, Inggris dan lainnya; juga Amerika Serikat itu penghargaan dari negara dan masyarakat begitu tinggi terhadap seni budaya, serta mampu menampilkan dan menarasikannya.
"Sehingga menjadi destinasi pariwisata dan pendidikan yang utama dan pertama. Dan jika berkunjung ke suatu kota atau negara, tentunya museumlah yang dikunjungi pertama,” ungkapnya.
Maka dari itu, Putu sangat mengapresiasi sosok Ki Fajar Laksana sebagai prakarsa dan sebagai Founder Museum Prabu Siliwangi di Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut dia, Ki Fajar merupakan sosok yang sangat luar biasa, aktif dan visioner disamping karena beliau seorang profesor, juga ahli marketing dan sekaligus tokoh spiritual masyarakat yang disegani di wilayahnya. Beliau memiliki pondok pesantren dan juga mengkoleksi berbagai koleksi karya warisan bangsa khususnya budaya dan sejarah sunda.
“Beliau sendiri banyak mengkoleksi karya warisan bangsa yang memang ditampilkan di Museum Prabu Siliwangi. Saya lihat secara langsung, bagaimana pelestarian kebudayaan Sunda itu betul-betul menjadi hidup di pondok pesantren dan Museum Prabu Siliwangi. Anak-anak muda berkesenian, ada pencak silat, seni berhubungan dengan budaya Sunda. Menurut saya, itu semangat luar biasa, jarang ada figur seperti itu. Di sana kita bisa lihat kondisinya sangat hidup suasananya, pencak silat, pondok pesantren dan museum dalam satu kawasan tentu AMI selalu mendukung berbagai peningkatan dan penyempurnaan khususnya yang berhubungan dengan museum,” ujarnya.
Oleh karena itu, Putu mengatakan semua pihak harus turut berjuang bersama memperjuangkan Pemulian dan Pemajuan Permuseuman Indonesia, memperjuangkan seni budaya bangsa, dan terus memperjuangkan agar warisan budaya Indonesia dapat lestari dan mulia. Tentu, dukungan dari Museum Prabu Siliwangi yang mewakili sejarah Sunda ini sangat penting.
“Di mana definisi kebudayaan nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah Indonesia salah satunya dan yang utama adalah kebudayaan Sunda atau Jawa Barat. Dibutuhkan komitmen afirmasi dalam pengawalan pengelolaan seni dan budaya menjadi kekuatan magnet atau kekuatan utama dalam gagasan berbangsa-bernegara. Secara khusus kesuksesan dalam konsep pembangunan ekonomi dan juga kepariwisataan Indonesia juga dilandasi dengan penggaungan seni budaya bangsa,” jelas Ketua Kaukus Air DPR RI (Chairman of Indonesian Parliament Water Caucus).
Maka dari itu, Putu sebagai Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia juga akan mendorong political will dan commitment pemerintahan berikutnya dalam mendukung pelestarian seni budaya dan warisan luhur nusantara melalui museum. Di mana, Museum merupakan rumah tertinggi kebudayaan, rumah abadi peradaban dan rumah sumber inspirasi.
“Juga mendorong agar setiap lembaga dan institusi menarasikan kemuliaan sejarah dan perjalanannya untuk membangun museum dan bisa semua ternarasi mulia di Museum. Indonesia dengan kekayaan khazanah seni budaya dan keragaman flora fauna serta perjalanan dari masa pra sejarah, kerajaan, kemerdekaan dan juga mengisi kemerdekaan hingga saat ini, seyogyanya bisa menjadi negeri sejuta museum. Jas Merah, jangan pernah melupakan sejarah,” pungkasnya.